Minggu, 19 September 2010

PELIMPAHAN JASA

Sabbe Sankhara Anicca
( Segala Sesuatu Yang Berkondisi Adalah Tidak Kekal )


Semua jasa pahala kebajikan dari pembuatan blog ini, saya limpahkan kepada Mama tersayang Sim Miau Im, meninggalkan dunia dengan tenang dan damai di usia-62 tahun, pada tanggal 26 bulan 07 lunar, tahun 2560 imlek, pukul 09.45 pagi WIB, di rumah sakit Husada, Ruang ICCU, Jl. Mangga Besar Raya, Jakarta. Meninggalkan 3 orang putra, dan 1 orang putri, 2 cucu laki-laki dan 1 cucu perempuan. Dikremasikan di Krematorium JABAR AGUNG DADAP dan disempurnakan di laut pantai Dadap.
Semoga Mama dibebaskan dari segala penderitaan dan terlahir di Alam Bahagia
"OM GATHE GATHE PARAGATE PARASAMGATE BODHI SVAHA"

Sutra Bhaisajyaguru Vaidurya Prabhasa Tathagata Purva Pranidhana

Demikianlah telah kudengar: Pada suatu saat, sewaktu Sang Junjungan sedang bepergian ke berbagai negeri, Beliau tiba di Vaisali. Di sana Beliau berdiam di bawah suatu pohon darimana musik berkumandang. Dalam persamuan tersebut Beliau bersama 8000 orang bhiksu senior. Hadir pula 36000 Bodhisattva Mahasattva, para raja dengan para menterinya, Brahmana, umat, dewa, naga, yaksa dan mahluk-mahluk manusia maupun bukan manusia. Para peserta yang tak terhitung besarnya ini mengelilingi Hyang Buddha yang terhormat, dan Hyang Buddha kemudian membabarkan ajaran-Nya. Pangeran Dharma Manjusri yang menerima kekuatan spirituil dari Hyang Buddha, bangkit dari duduknya, dengan bahu sebelah kanan terbuka dan berlutut dengan kaki kanannya. Lalu bersujud dan beranjali, serta berkata: "Yang Dijunjungi, dengan tulus kami memohon agar Engkau membabarkan berbagai bentuk dan nama para Buddha, serta pahala dari ikrar agung mereka yang dibuat sewaktu mereka sedang menempuh Jalan Bodhisattva. Agar semua yang mendengar dibersihkankan dari rintangan karmanya, sehingga mereka bisa mendapat manfaat dan kebahagiaan di jaman Rupa Dharma."

Kemudian Hyang Buddha memuji Kumara Manjusri dengan berkata: "Bagus, bagus Manjusri. Disebabkan welas asihmu yang begitu besar engkau telah memohon kepada-Ku agar membabarkan nama para Buddha dan pahala dari ikrar agung mereka, untuk mencabut rintangan karma yang mengikat semua mahluk hidup serta memberikan manfaat, kedamaian dan kebahagiaan kepada mereka di jaman Rupa Dharma. Dengarlah baik-baik dan renungkan apa yang akan Kuberitahukan." Manjusri berkata: "Dengan setulusnya kami memohon Engkau berbicara dan kami semua akan mendengarkan dengan penuh kegembiraan." Hyang Buddha berkata kepada Manjusri: "Jika engkau pergi ke arah timur dengan melewati Tanah Buddha sebanyak 10 kali jumlah butir-butir pasir di Sungai Gangga, engkau akan menemukan suatu negeri yang disebut Lazuardi Murni. Buddhanya adalah Tathagata Cahaya Lazuardi Guru Penyembuhan, Arahat, Yang Mencapai Penerangan dan melaksanakan dengan sempurna, Yang meninggal dengan sempurna, Yang mengerti Lokya Dharma, Orang Bijaksana yang tiada tara, Penjinak Nafsu, Guru para Dewa dan Manusia, Buddha, Beliau Yang Sadar dan Luhur. Manjusri, sewaktu Hyang Tathagata Cahaya Lazuardi Guru Penyembuhan, mulai menempuh jalan Bodhisattva dengan 12 Ikrar Agung yang memungkinkan semua mahluk hidup memperoleh apa yang mereka inginkan.

Ikrar Agung Pertama : "Aku berikrar bahwa bila Aku mencapai Samyak Sambodhi di masa yang akan datang, tubuh-Ku akan memancarkan cahaya gemilang menerangi negeri-negeri yang tak terhingga dan tak terbatas. Tubuh-Ku ini akan dilengkapi dengan 32 macam ciri istimewa dan 80 tanda. Aku akan mengusahakan agar semua mahluk hidup memiliki tubuh yang sama dengan Aku."

Ikrar Agung Ke Dua : " Aku berikrar bahwa bila Aku mencapai Penerangan Bodhi di masa yang akan datang, tubuh-Ku akan bagaikan lazuardi, bersinar dari dalam maupun dari luar dengan kemurnian yang suci dan tak ternoda. Cahayanya akan benar-benar memberikan manfaat yang besar dan mengagunkan. Negeri-Ku akan menjadi tempat kediaman yang unggul dan aman tenteram, dihiasi dangan cahaya jala yang terangnya melebihi cahaya surya dan rembulan. Agar para mahluk alam baka terbuka kesadarannya sehingga mereka bisa terbangkit dan memenuhi hasrat mereka masing-masing."

Ikrar Agung Ke Tiga : "Aku berikrar bahwa bila Aku mencapai Penerangan Bodhi di masa yang akan datang, dengan kebijaksanaan dan upaya kausalya yang tak terbatas, Aku akan mengusahakan agar semua mahluk mendapatkan segala apa yang mereka butuhkan, sehingga mereka tidak akan mengalami kekurangan dalam kebutuhan hidup."

Ikrar Agung Ke Empat : " Aku berikrar bahwa bila Aku mencapai Penerangan Bodhi di masa yang akan datang, jika ada mahluk hidup yang menempuh jalan menyimpang, Aku akan membimbing mereka kembali kepada jalan kebodhian. Jika ada yang menjalankan jalan Sravaka atau Pacekkabuddha, mereka akan dibimbing dalam Jalan Mahayana."

Ikrar Agung Ke Lima : "Aku berikrar bahwa bila Aku mencapai Penerangan Bodhi di masa yang akan datang, jika ada mahluk hidup yang tak terbatas jumlahnya mempelajari dan mempraktekkan ajaran-Ku. Aku akan mengusahakan agar mereka semua dapat menjalankan dan mempertahankan sila tubuh, ucapan, dan pikiran dengan baik. Mereka yang melanggar dan menghujat, sesudah mendengar nama-Ku, merenung dan memujanya dengan tulus, akan memperoleh kembali kemurnian dan tidak akan terjatuh ke dalam kehidupan yang menyedihkan."

Ikrar Agung Ke Enam : "Aku berikrar bawa bila Aku mencapai Penerangan Bodhi di masa yang akan datang, jika ada mahluk hidup yang badannya tidak sempurna, cacat indranya, jelek, bodoh, buta, tuli, bisu, lumpuh dan pincang, bongkok, sakit lepra, kejang, gila atau dihinggapi berbagai penyakit dan penderitaan, mahluk seperti ini bila mereka mendengar nama-Ku, menyebut dan merenungnya dengan sepenuh hati, mereka akan memperoleh kecerdasan dan rupa yang bagus. Semua indra mereka akan lengkap dan mereka tidak akan dihinggapi penyakit maupun penderitaan."

Ikrar Agung Ke Tujuh : "Aku berikrar bahwa bila Aku mencapai Penerangan Bodhi di masa yang akan datang, jika ada mahluk hidup yang menderita sakit keras, tidak punya tempat pertolongan, tidak mendapatkan perawatan dan pengobatan, tanpa sanak saudara, yang melarat dan menderita, setelah nama-Ku terdengar dan disebut oleh mereka dengan sepenuh hati, segala penyakit mereka akan disembuhkan dan mereka akan merasakan tentram dan bahagia, memperoleh keluarga yang harmonis dan kebutuhan yang berlimpah, bahkan akan mencapai Penerangan Sempurna di kemudian hari.

Ikrar Agung Ke Delapan : "Aku berikrar bahwa bila Aku mencapai Penerangan Bodhi di masa yang akan datang, jika ada perempuan yang menderita dari ratusan kesengsaraan yang dialami perempuan, yang pada akhir kehidupannya tidak ingin terlahir dalam tubuh perempuan lagi, bila perempuan ini mendengar nama-Ku, menyebut dan merenungkannya, mereka semua akan memperoleh fisik laki-laki dengan ciri-ciri yang indah dalam penitisan yang akan datang. Bahkan mereka semua akan mengalami Penerangan Sempurna di kemudian hari."

Ikrar Agung Ke Sembilan : "Aku berikrar bahwa bila Aku mencapai Penerangan Bodhi di masa yang akan datang, aku akan mengusahakan agar semua mahluk hidup terlepas dari jaring Mara dan segala belenggu jalan menyimpang. Jika ada yang telah terseret ke dalam berbagai pendangan yang keliru, Aku akan menarik dan menempatkan mereka kembali ke dalam pandangan yang benar, dan membimbing mereka untuk mempelajari dan mengembangkan semua praktek Bodhisattva, sehingga mereka akan mencapai Penerangan Sempurna di kemudian hari."

Ikrar Agung Ke Sepuluh : "Aku berikrar bahwa bila Aku mencapai Penerangan Bodhi di masa yang akan datang, jika ada mahluk hidup yang dirantai, dicambuk dan dijebloskan ke dalam penjara, atau yang akan dijatuhi hukuman mati, dan mereka yang mengalami kesulitan dan bencana yang tidak habis-habisnya, yang amat memalukan, menyedihkan dan menyiksa sehingga badan dan pikiran mereka menderita kegetiran, jika orang seperti ini mendengar nama-Ku dan merenungkannya dengan sepenuh hati, diberkahi kekuatan spiritual yang menakjubkan dari pahala kebajikan-Ku, mereka akan terbebas dari segala kesedihan dan penderitaan."

Ikrar Agung Ke Sebelas : "Aku berikrar bahwa bila Aku mencapai Penerangan Bodhi di masa yang akan datang, jika ada mahluk hidup yang tersiksa oleh lapar dan haus serta membuat karma buruk di dalam usaha mencari penghidupan, jika mereka mendengar nama-Ku, merenung dan mempertahankannya selalu di dalam pikiran mereka, maka Aku akan memberikan makanan dan minuman enak untuk memenuhi kebutuhan tubuhnya. Sesudah itu, dengan memberikan Saripati Dharma, mereka akan menjadi tentram dan bergembira pada akhirnya serta dimantapkan di dalamnya."

Ikrar Agung Ke Duabelas : "Aku berikrar bahwa bila Aku mencapai Penerangan Bodhi di masa yang akan datang, jika ada mahluk hidup yang miskin dan tidak memiliki baju, terganggu dan tersiksa siang malam oleh lalat dan nyamuk, panas dan dingin, bila mereka mendengar nama-Ku, merenung dan mempertahankannya selalu di dalam pikiran, mereka akan memperoleh segala macam baju bagus dan mewah sesuai dengan keinginan mereka. Mereka juga akan memperoleh segala macam perhiasan mahal, karangan bunga, serbuk dupa wangi, alat musik dan hiburan yang layak. Aku akan membuat mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan."

Manjusri, inilah ke 12 Ikrar Agung, mulia dan unggul yang diucapkan oleh Tathagata Cahaya Lazuardi Guru Penyembuhan itu sewaktu Beliau menempuh jalan Bodhisattva.

Kemudian, Manjusri, Hyang Tathagata Cahaya Lazuardi Guru Penyembuhan mengembangkan Ikrar Agung sewaktu menjalankan Jalan Kebodhian, adapun keluhuran dari pahala tersebut yang menghiasi Tanah Buddha, yang sekalipun Aku mencoba menceritakannya selama 1 kalpa ataupun lebih lama, hal ini tidak akan terungkapkan sepenuhnya. Tanah Buddha itu sampai sekarang masih luar biasa murninya dan di sana tidak ada godaan, tidak ada kehidupan yang menyedihkan dan tidak ada ratapan. Tanahnya terdiri dari lazuardi dan pinggir jalannya dibatasi emas. Tembok dan gerbang, istana dan pavilyun, balcon dan jendela, gorden dan tirai semua terbuat dari 7 permata mulia. Tempat itu menyerupai Alam Sukhavati di sebelah barat, pahala dan hiasannya tidak berbeda. Di negeri ini terdapat 2 Bodhisattva Mahasattva, yaitu Suryaprabhasana dan Candraprabhasana. Mereka merupakan pemimpin dari kumpulan Bodhisattva yang tak terhitung jumlahnya di sana. Mereka sudah mampu mempertahankan dan membabarkan ajaran murni Tathagata Cahaya Lazuardi Guru Penyembuhan. Oleh karena itu, Manjusri, semua putra putri dari keluarga Buddhis yang memiliki keyakinan haruslah mempunyai cita-cita untuk menitis di Alam Buddha itu."

Hyang Buddha kemudian berkata kepada Kumara Manjusri : "Manjusri, ada mahluk yang tidak bisa membedakan perbuatan baik dan jahat dan hanya menyukai keserakahan dan kekikiran. Mereka tidak tahu berbuat kebajikan dari hasil pendapatannya, bodoh dan gelap batinnya, mereka tidak memiliki kebijaksanaan dan akar keyakinan. Siang dan malam mereka menjaga dan melindungi timbunan harta yang mereka kumpulkan. Bila mereka melihat seorang pengemis datang, mereka menjadi tidak senang. Dan jika mereka terpaksa memberi, mereka menyimpan kekesalan yang dalam dan menyakitkan seolah-olah bagian tubuh mereka terpotong. Selain itu, ada yang kikir dan serakahnya tak terhingga. Mereka hanya tahu mengumpulkan kekayaan, dan jika untuk keperluan sendiri saja mereka enggan menggunakan hartanya, apalagi untuk memberikan kepada orang tuanya, istri dan anak-anak, pembantu atau kepada pengemis. Pada akhir dari kehidupannya ini, orang ini akan terlahir kembali sebagai setan kelaparan atau binatang. Jika di masa hidupnya orang ini pernah mendengar sepintas nama Tathagata Cahaya Lazuardi Guru Penyembuhan, dan di alam kehidupan menyedihkan itu dia masih teringat nama Tathagata ini, maka dia akan menghilang dari tempat itu dan terlahir di dunia manusia. Memperoleh pengetahuan tentang kehidupan masa lalunya dan takut kembali ke alam menyedihkan, dia tidak akan menikmati kesenangan duniawi lagi. Dia akan cenderung mempraktekkan perbuatan yang bermanfaat, memuji mereka yang suka memberi, dan tidak akan terikat pada miliknya dengan serakah. Bahkan dia akan bisa membagikan satu persatu anggota tubuhnya seperti kepala, mata, tangan, kaki, darah, daging dan potongan badannya, kepada siapa saja yang datang memintanya. Apalagi untuk membagikan kekayaannya yang lain. Kemudian, Manjusri, bila ada mahluk hidup yang sekalipun mereka telah menerima berbagai sila dan ajaran Tathagata, tetapi melanggar kesucian sila, ada yang sekalipun tidak melakukan pelanggaran, tetapi melanggar aturan, ada yang sekalipun telah mematuhi sila dan aturan, tetapi telah menyimpang dari pandangan benar, ada yang sekalipun tidak menyimpang dari pandangan benar, tetapi tidak memperdulikan ajaran Buddha Dharma. Dengan demikian, mereka tidak berhasil memahami makna yang dalam dari Sutra yang diajarkan Hyang Buddha. Ada yang sakalipun banyak belajar, tetapi menjadi sombong, dan pikiran mereka ditutupi keangkuhan, selalu berpendapat bahwa mereka benar dan orang lain salah, mereka sampai menghina dan membenci ajaran murni, menjadi teman dan sekutu Mara. Orang-orang bodoh ini mempraktekkan pandangan menyimpang. Mereka berulang kali menggiring jutaan mahluk hidup ke dalam jurang bahaya. Para mahluk hidup ini akan terjatuh ke alam neraka, binatang ataupun alam setan, menetap selamanya di alam samsara. Bila mereka dapat mendengar nama Tathagata Cahaya Lazuardi Guru Penyembuhan, mereka akan dibimbing untuk meninggalkan ajaran sesat, mempelajari dan mempraktekkan ajaran kebajikan, sehingga tidak akan terjatuh ke alam samsara. Jika mereka tidak bisa meninggalkan ajaran sesat, mempelajari dan mempraktekkan ajaran kebajikan, dengan kekuatan Ikrar Agung yang menakjubkan dari Tathagata ini, mahluk seperti ini akan dibangunkan untuk mendengar nama Buddha sekalipun berada di neraka. Kemudian sesudah berakhir kehidupan di sana, akan terlahir kembali sebagai manusia, dengan memperoleh pandangan benar dan semangat untuk maju, sehingga dapat menguasai keinginan pikirannya. Selain itu, mereka bisa melepaskan ikatan duniawi dengan berlindung kepada ajaran Tathagata. Mereka akan menerima dan memegang inti ajaran dan tidak berbuat sesuatupun yang tercela atau melanggar sila. Dengan berpegang pada pandangan yang benar dan banyak belajar, mereka akan memahami makna yang dalam dari Sutra, terbebas dari keangkuhan, mereka tidak akan menghina ajaran murni, tidak akan menjadi teman Mara, perlahan-lahan akan mempelajari dan mempraktekkan berbagai ajaran dari Jalan Bodhisattva dan akhirnya akan bisa mencapai kesempurnaan.

Manjusri, bila ada mahluk hidup yang sifatnya kikir dan tamak, suka iri dan cemburu, suka memuji diri sendiri dan menjelekkan orang lain. Mahluk seperti ini pasti akan terjatuh ke dalam ketiga alam samsara dan mengalami berbagai jenis penderitaan selama beribu-ribu tahun, sesudah itu barulah mereka terlahir di dunia ini sebagai binatang seperti kerbau, kuda, unta atau keledai. Dicambuk berulang-ulang, tersiksa oleh lapar dan haus, mereka akan selalu dibebani muatan berat di punggung dan menempuh perjalanan jauh, jika mereka terlahir sebagai manusia, maka kedudukannya sangat rendah dan miskin, atau sebagai budak yang selalu diperintah. Orang seperti ini tidak akan pernah merasakan kebebasan. Jika di dalam kehidupan yang lalu sebagai manusia pernah mendengar nama Tathagata Cahaya Lazuardi Guru Penyembuhan, dikarenakan penyebab baik ini bila kini dia dapat mengingat dan berlindung kepada-Nya dengan sepenuh hati, maka melalui kekuatan spiritual Hyang Buddha, dia akan dibebaskan dari segala penderitaannya. Dia akan mendapat indra yang tajam, menjadi cerdas dan bijaksana. Dia akan selalu mencari ajaran yang luhur, selalu bertemu dengan teman yang baik. Dia akan memutuskan ikatan dengan Mara selama-lamanya, menembus selubung kegelapan batin. Sungai penderitaan akan mengering dan dia akan terbebas dari kesedihan dan penderitaan kelahiran, usia tua, penyakit, dan kematian.

Kemudian, Manjusri, bila ada mahluk hidup yang suka terlibat perselisihan, tidak akur dan enggan bersatu, saling menuntut dan membenci, dan melalui perbuatan, kata-kata dan pikiran, mereka menciptakan dan menambah berbagai karma buruk, ada yang selalu memperpanjang urusan yang tidak ada gunanya, ada yang merencanakan pembalasan dendam, ada yang mengundang jin penunggu hutan, gunung atau kuburan, ada yang membunuh mahluk hidup untuk mendapatkan darah dan dagingnya guna dijadikan persembahan kepada yaksa dan iblis raksasa atau lainnya, ada yang menuliskan nama orang untuk dikutuk, membuat orang-orangan dengan mantra ilmu hitam dan mencelakainya, ada yang mempraktekkan ilmu hitam untuk memanggil arwah guna menganiaya dan membunuh musuhnya, jika di antara mahluk hidup ini ada yang mendengar nama Tathagata Cahaya Lazuardi Guru Penyembuhan, mereka tidak akan bisa mencelakai dengan berbagai cara jahat tersebut. Sebaliknya di dalam setiap kilasan pikiran mereka akan timbul rasa cinta kasih. Mereka akan memikirkan manfaat bagi orang lain, kedamaian dan kegembiraan, dan bebas dari pikiran membenci atau mencelakai. Masing-masing akan senang dan puas dengan apa yang didapatnya sehingga tidak akan melanggar hak orang lain, melainkan berusaha untuk saling menguntungkan.

Kemudian, Manjusri, bila ada di antara keempat kelompok bhiksu, bhiksuni, upasaka, upasika, serta putra-putri dengan keyakinan murni, yang bisa menerima dan menjalankan Asthasila, mematuhi selama 1 tahun ataupun 3 bulan. Melalui akar kebajikan ini mereka berharap akan diberikan kesempatan untuk menitis di alam Sukhavati Buddha Amitabha di sebelah Barat. Akan tetapi, sekalipun mereka sudah mendengar dan menjalankan ajaran murni, mereka belum berhasil dimantapkan di dalamnya. Jika mereka mendengar nama Tathagata Cahaya Lazuardi Guru Penyembuhan dan merenungkannya selalu, maka menjelang akhir kehidupannya, 8Bodhisattva agung yaitu : Manjusri Bodhisattva, Avalokitesvara Bodhisattva, Mahasthamaprapta Bodhisattva, Akshayamati Bodhisattva, Ratna Cendana Kusuma Bodhisattva, Bhaisajyaraja Bodhisattva, Bhaisajyottama Bodhisattva dan Maitreya Bodhisattva, akan turun dari langit untuk menunjukkan arah ke Tanah Suci Barat. Mereka akan terlahir seketika secara alami di dalam bunga teratai berwarna-warni.

Jika ada yang terlahir sebagai dewa atau dewi di surga, karena telah membina akar kebajikan yang dalam di dalam kehidupan yang lalu, maka mereka tidak akan lagi terlahir di alam menyedihkan manapun. Bila masa kehidupan mereka di surga berakhir, orang seperti ini akan terlahir di alam manusia atau sebagai maharaja 'pemutar roda' yang akan memerintah di 4benua. Dengan mengandalkan wibawa dan kebajikannya yang mengagumkan, dia akan membimbing dan mengubah mahluk hidup yang tak terhingga banyaknya ke dalam praktek Dasakusala. Atau orang seperti ini akan terlahir di dalam suatu keluarga bangsawan, Brahmana atau umat awam, dengan harta kekayaan, permata, lumbung yang berlimpah ruah, wajah yang rupawan dan memiliki pengikut serta sanak saudaranya yang banyak. Dia sangat pintar dan bijaksana, berani dan dikaruniai kekuatan fisik yang menakjubkan. Jika orang seperti ini terlahir sebagai perempuan, dan mendengar nama Tathagata Cahaya Lazuardi Guru Penyembuhan, dengan sepenuh hati menerima dan merenungkannya, maka pada kehidupan selanjutnya dia tidak akan pernah lagi terlahir sebagai perempuan.

Kemudian, Manjusri, sewaktu Tathagata Cahaya Lazuardi Guru Penyembuhan ini mencapai Penerangan, disebabkan kekuatan ikrar agung-Nya, Beliau selalu mengawasi semua mahluk hidup dan melihat mereka menderita berbagai penyakit, kurus kering, demam, sakit kuning dan sebagainya, atau menderita kejang oleh racun, atau ada yang ditakdirkan berumur pendek atau terancam kematian sebelum waktunya. Untuk mengakhiri semua penyakit dan penderitaan mahluk hidup ini, dan memenuhi semua keinginan mereka. Pada waktu itu Hyang Buddha tersebut memasuki samadhi yang disebut 'Penghapus Musibah Semua Mahluk Hidup.' Begitu memasuki samadhi ini, seberkas cahaya yang sangat terang memancar dari aura di antara kedua alis-Nya dan suatu Dharani agung berkumandang :

'NAMO BHAISAJYAGURU VAIDURYA PRABHARAJAYA TATHAGATAYA ARHATE SAMYAKSAMBUDDHAYA TADYATHA OM BHAISAJYE BHAISAJYE BHAISAJYA SAMUDGATE SVAHA.'

Kemudian sesudah Dharani ini dikumandangkan, di antara cahaya ini terdengar suara gemuruh, dan bumi bergetar dengan hebat di alam Buddha tersebut. Seberkas cahaya terang memancar keluar sehingga segala penyakit dan kesengsaraan terhapus dari semua mahluk hidup dan semua menjadi tentram dan bergembira. Manjusri, jika ada putra atau putri yang menderita sakit, engkau harus dengan tulus hati membantu dia membersihkan badan dan mulutnya. Sediakanlah makanan, obat-obatan, dan air bersih untuk dibacakan Dharani sebanyak 108 kali, kemudian berikanlah kepadanya. Sesudah meminumnya, semua penderitaan dan penyakit akan terhapus. Jika orang ini menginginkan sesuatu, dia harus menjapa Dharani ini dengan sepenuh hati. Dengan cara ini dia akan mendapatkan apa yang diinginkannya, terbebas dari penyakit dan panjang umur. Pada akhir kehidupannya orang ini akan terlahir di alam Buddha. Dia akan mencapai keadaan tanpa kemunduran dan mendapat Penerangan Boddhi. Manjusri, itulah sebabnya putra dan putri yang baik haruslah rajin memberikan persembahan dan memuja Tathagata Cahaya Lazuardi Guru Penyembuhan dengan sepenuh hati, dan mereka harus selalu mempertahankan Dharani ini tanpa membiarkannya hilang.

Kemudian, Manjusri, jika ada putra atau putri dengan keyakinan murni mendengar nama dari Tathagata Cahaya Lazuardi Guru Penyembuhan, Sesudah mendengarnya mereka harus mengucapkan dan mempertahankannya. Pada waktu subuh mereka harus menggosok gigi dan membersihkan diri dengan berbagai bunga harum, dupa, minyak wangi, dan musik dari berbagai instrumen, mereka harus memuja rupang atau gambar dari Hyang Buddha. Bila mereka sendiri menyalin atau menyuruh orang lain menyalin Sutra ini, mereka harus membacanya dan berusaha untuk memahami makna dari Sutra ini dengan sepenuh hati, mereka harus memberikan persembahan kepada guru agama yang membabarkan makna dari Sutra ini dan menyediakan segala kebutuhan hidupnya sesuai kemampuannya. Sesudah berbuat begitu perilaku mereka pasti akan diketahui oleh para Buddha. Apa yang mereka inginkan akan terpenuhi, dan mereka akan secepatnya mencapai Penerangan."

Kemudian Bodhisattva Manjusri memberi hormat pada Hyang Buddha dan berkata : "Yang Dijunjungi, aku berjanji bahwa pada jaman Rupa Dharma, dengan segala cara aku akan menyebabkan putra dan putri dengan keyakinan murni untuk mendengarkan nama Tathagata Cahaya Lazuardi Guru Penyembuhan ini. Bahkan di dalam tidurnya aku akan membisikkan ke telinganya nama Hyang Buddha agar mereka yang terlena dalam kenikmatan duniawi yang tidak kekal bisa tersadar. Yang Dijunjungi, mereka harus menerima dan mempelajari Sutra ini dan senantiasa mengucapkannya. Selain itu mereka harus membabarkan dan menjelaskan isinya kepada orang lain. Mereka sendiri harus memperbanyak Sutra ini atau menganjurkan orang lain melakukannya, serta memuja Sutra dengan berbagai jenis bunga harum, minyak wangi, dupa wangi, karangan bunga, kalung, panji, canopy, tambur dan musik. Untuk lebih hormat mereka harus melakukan puja dengan memasukkan Sutra ke dalam kantong dari kain sutra 5 warna. Mereka harus menggosok lantai, memercikkan air suci untuk membersihkan tempat itu, kemudian mendirikan altar tinggi untuk menaruh Sutra ini. Pada saat itu Catur Maharajika dan pengikutnya serta para dewa dengan jumlah yang tak terhingga datang ke tempat puja itu untuk melindungi Sutra ini serta memberikan persembahan. Yang Dijunjungi, jika Sutra ini tersebar ke suatu tempat di mana ada orang yang menerima dan mempertahankannya, dengan pahala ikrar agung Tathagata Cahaya Lazuardi Guru Penyembuhan, dan mendengar nama-Nya, ketahuilah bahwa di tempat ini tidak ada lagi kematian sebelum waktunya. Juga di tempat ini tidak akan pernah ada lagi hantu atau iblis jahat yang mencuri tenaga inti manusia. Mereka yang sudah mengalami penderitaan demikian akan mendapatkan kembali ketentraman dan kegembiraan."

Hyang Buddha memberitahukan Manjusri : "Demikianlah, demikianlah, tepat seperti yang engkau katakan, Manjusri. Jika ada putra dan putri saleh ingin memuja Tathagata Cahaya Lazuardi Guru Penyembuhan, pertama-tama mereka harus membuat suatu rupang atau gambar Buddha dan mendirikan suatu altar suci untuk menempatkannya. Mereka harus menabur berbagai jenis bunga di sana, membakar berbagai dupa dan menghiasi tempat itu dengan berbagai panji yang indah. Selama 7 hari dan 7 malam mereka harus menjalankan Asthasila, makan makanan bersih, mandi dengan air bersih dan wangi serta memakai baju baru dan bersih. Mereka harus menjaga kesucian tubuh dan pikiran, tanpa pikiran marah atau menyakiti mahluk lain. Terhadap semua mahluk hidup mereka harus menumbuhkan pikiran memberikan manfaat, kedamaian, cinta kasih, kegembiraan, simpati dan keseimbangan, menyanyikan pujian dengan alat musik dan mengelilingi rupang atau gambar Buddha dari sisi kanan. Selain itu, mereka harus merenungkan pahala ikrar agung dari Hyang Tathagata, mempelajari dan mengucapkan Sutra ini, meresapi makna dan membabarkan isi dari Sutra ini kepada orang lain. Selanjutnya semua hal yang diidamkannya akan terkabul. Jika ia menginginkan panjang umur, maka ia akan memperolehnya. Jika ia menginginkan kekayaan dan kemewahan maka kemakmuran itu akan diperolehnya. Jika ia menginginkan jabatan maka itu akan tercapai, jika ia menginginkan anak laki-laki atau perempuan, maka anak itu akan terlahir di keluarganya. Selain itu jika ada seseorang yang sering bermimpi buruk, melihat berbagai bentuk mahluk halus, melihat burung menakutkan yang berkelompok memasuki rumahnya, atau ratusan pertanda buruk muncul di rumahnya sehingga membuatnya sangat gelisah, bila orang tersebut dapat melakukan upacara puja atau memuliakan nama Tathagata Cahaya Lazuardi Guru Penyembuhan, maka mimpi buruk, mahluk halus dan semua pertanda buruk akan menghilang tanpa meninggalkan gangguan apapun. Jika ada seseorang yang terancam oleh bahaya air, api, pisau, racun, tergantung di tebing, gajah liar, singa, harimau, serigala, beruang, beruang kuda, ular berbisa, kalajengking, kelabang, ulat berbisa atau nyamuk, bila orang ini bisa mengingat Hyang Buddha dengan sepenuh hati dan memuja-Nya dengan hormat, dia akan terbebas dari semua hal yang menakutkan ini. Jika ada negeri lain menyerbu dan mengganggu ketentraman, atau jika perampok dan pencuri menbuat kerusuhan, orang yang mengingat dan memuja Tathagata itu dengan hormat juga akan terbebas dari gangguan ini. Kemudian Manjusri, bila ada putra dan putri saleh yang sampai akhir kehidupannya, belum pernah memuja dewa manapun dan telah berlindung dengan sepenuh hati kepada Buddha, Dharma, dan Sangha, menerima dan memegang sila, apakah pancasila, dasasila, atau 400 sila Bodhisattva, atau 250 sila bagi bhiksu, atau 500 sila bagi bhiksuni, namun barang kali dia takut bahwa dia akan terjatuh ke dalam alam samsara, karena pernah melakukan pelanggaran sila yang diterimanya. Jika orang ini bisa berkonsentrasi sepenuhnya pada nama Hyang Buddha tersebut dan memuja-Nya dengan hormat, maka dia pasti tidak akan terlahir di dalam ketiga alam samsara. Jika ada perempuan yang akan melahirkan menderita kesakitan yang hebat, dan bila dia bisa memuliakan nama Tathagata itu dengan sepenuh hati, serta memuja rupang atau gambar-Nya dengan hormat, maka semua sakitnya akan hilang dan anaknya akan terlahir tanpa cacat. Rupa anaknya akan sempurna dan semua orang yang melihatnya akan berseru kegirangan. Anak itu akan dikaruniai indra yang tajam, kecerdasan, dan ketenangan. Dia jarang menderita sakit dan mahluk halus tidak akan pernah mencuri kekuatan intinya."

Pada saat itu Sang Junjungan berkata kepada Ananda : "Semua pahala dari Tathagata Cahaya Lazuardi Guru Penyembuhan, sebagaimana Aku telah memuji-Nya barusan, adalah Dharma yang maknanya begitu dalam dan luas yang sulit dipahami oleh para umat. Apakah engkau mempunyai keyakinan terhadapnya?"

Ananda menjawab : "Yang Dijunjungi, aku tidak mempunyai keraguan sedikitpun terhadap Vaidurya Sutra yang dibabarkan oleh Tathagata. Mengapa begitu? Karena yang timbul oleh perbuatan, kata-kata dan pikiran semua Tathagata adalah suci dan murni seluruhnya. Oh! Junjungan, sang surya dan rembulan bisa kami jatuhkan, gunung Semeru bisa kami buat bergetar, tetapi ajaran dari semua Buddha adalah sama dan tidak pernah berubah. Yang Dijunjungi, akar keyakinan dari mahluk hidup adalah tidak sempurna. Sekalipun mereka telah mendengar tentang usaha dan penyebaran yang sangat luas dan mendalam dari para Buddha, mahluk dengan keyakinan tidak sempurna itu mungkin akan berpikir : 'Bagaimana mungkin kita, hanya dengan berkonsentrasi pada nama seorang Buddha, Tathagata Cahaya Lazuardi Guru Penyembuhan, akan memperoleh pahala yang demikian mulia?' Karena kurang keyakinan, selanjutnya akan timbul perkataan yang menjelekkan dan menghujat. Seterusnya mahluk ini kehilangan kegembiraan dan kebahagiaan sampai akhir hidupnya. Dan dia akan terus bertumimbal lahir di alam samsara tanpa akhir. Hyang Buddha memberitahu Ananda. Jika para mahluk mendengar nama Tathagata Cahaya Lazuardi Guru Penyembuhan dan dengan sepenuh hati menerima dan mempertahankannya tanpa keraguan, maka mereka tidak akan terjatuh ke dalam alam samsara. Ananda, memang sukar untuk memiliki keyakinan dan memahami perbuatan luhur dari para Buddha yang sangat dalam. Sekarang engkau bisa menerimanya, hal ini disebabkan oleh kekuatan yang menakjubkan dari Tathagata itu. Ananda, para Sravaka, Paccekabuddha dan Bodhisattva yang belum memasuki tahapan bumi tidak mempunyai keyakinan yang demikian dan sulit memahami kesunyataan tertinggi yang diuraikan oleh para Buddha, kecuali Bodhisattva dengan satu kelahiran lagi yang bisa demikian. Ananda, kelahiran sebagai manusia sulit diperoleh, sekalipun tubuh manusia sudah diperoleh juga sulit menumbuhkan Bodhicitta dan keyakinan untuk menghormati Tri Ratna. Bahkan lebih sulit lagi adalah kesempatan untuk mendengar nama Tathagata Cahaya Lazuardi Guru Penyembuhan. Ananda, seandainya Aku menceritakan tentang praktek Bodhisattva yang tak terbatas, metode bijaksana yang tak terhingga serta ikrar agung dan luhur yang tak terhitung dari Tathagata Cahaya Lazuardi Guru Penyembuhan itu. Sekalipun Aku menceritakannya untuk 1 kalpa atau lebih lama, masa itu akan berlalu, tetapi perbuatan, ikrar dan metode bijaksana yang unggul dari Buddha itu adalah tak habis-habisnya diuraikan."

Pada saat itu di dalam persamuan, seorang Bodhisattva bernama Apavarga bangkit dari tempat duduknya, membiarkan bahu sebelah kanannya terbuka, dan mengelilingi Hyang Buddha. Berlutut dengan kaki kanannya, dia menyembah dengan tangan beranjali dan berkata kepada Hyang Buddha : "Yang Dijunjungi, menurut apa yang kulihat dalam samadhiku, di jaman Rupa Dharma akan ada mahluk hidup yang menderita berbagai penyakit dan kesusahan seperti terserang penyakit menahun hingga tubuhnya kurus kering. Tidak bisa makan dan minum, tenggorokannya mengering dan bibirnya pecah, setiap penjuru kelihatan gelap olehnya. Mereka hanya terbaring menanti ajalnya sementara orang tua, famili, teman dan kenalan berkumpul di sekeliling orang ini dengan ratap dan tangisan. Kemudian, meskipun tubuhnya masih terbaring di tempat semula tetapi arwahnya telah direnggut oleh utusan Yama yang membawa arwahnya ke hadapan Raja Yama. Karena kesadaran Vijnana-alaya yang melekat pada semua mahluk hidup dapat mencatat semua perbuatan baik maupun jahat masing-masing pada masa hidupnya, maka berdasarkan itu Sang Raja Yama akan mengadili orang itu sesuai dengan perbuatan baik dan buruknya. Jika demi kepentingan orang sakit itu, famili, teman dekat dan kenalannya bisa berlindung kepada Tathagata Cahaya Lazuardi Guru Penyembuhan, dan mereka meminta persamuan bhiksu untuk mengucapkan Sutra ini, menyalakan pelita 7 tingkat dan menggantungkan panji panca warna untuk memperpanjang umur, maka arwah orang itu mungkin dikembalikan ke tubuhnya segera. Dia akan mengingat dengan jelas apa yang dialaminya bagaikan di dalam mimpi. Jika kesadarannya kembali sesudah melewati 7 hari, atau21 hari, atau 35 hari, atau 49 hari, dia akan merasa bagaikan terbangun dari tidurnya, dan dia akan mengingat bahwa dia telah menerima pahala maupun pembalasan dari karma baik dan buruknya. Karena dia sendiri menyaksikan dan mengalami berlakunya hukum karma, juga disebabkan dia memperoleh kembali kehidupan ini dengan susah, maka dia tidak akan lagi berbuat karma buruk di masa yang akan datang. Oleh sebab itu, putra dan putri saleh, kalian semua harus menerima dan memuliakan nama Tathagata Cahaya Lazuardi Guru Penyembuhan dan memuja rupang atau gambar-Nya dengan sepenuh hati di rumah masing-masing."

Kemudian Ananda bertanya kepada Bodhisattva Apavarga : "Bodhisattva yang bajik, tolong jelaskan bagaimana seseorang harus memuliakan dan memuja Tathagata Cahaya Lazuardi Guru Penyembuhan itu? Bagaimana caranya membuat panji memperpanjang umur dan memasang pelita tersebut?" Bodhisattva Apavarga menjawab : "Arya Ananda, jika engkau ingin menolong orang sakit dari penderitaannya, demi orang itu engkau harus menerima dan menjalankan Asthasila selama 7 hari 7 malam, kemudian kumpulkan makanan, minuman dan harta lainnya sesuai dengan kemampuan untuk memberi persembahan kepada sangha. Di samping itu lakukan upacara puja terhadap Tathagata Cahaya Lazuardi Guru Penyembuhan sebanyak 6 kali dalam 1 hari dan 1 malam serta membacakan Sutra ini 49 kali. Nyalakan 49 pelita dan buatlah 7 buah rupang atau gambar dari Tathagata ini. Setiap rupang atau gambar dikelilingi oleh 7 buah pelita bagaikan sebuah roda, dan selama 49 hari biarkanlah cahayanya menyala terus menerus. Buatlah suatu panji yang panca warna setinggi 49 depa dan lepaskan 49 jenis berbagai mahluk hidup. Maka orang sakit itu akan bisa melewati bahaya ini, dan arwahnya akan terbebas dari cengkeraman iblis jahat. Selain itu, Arya Ananda, di suatu negeri di mana seorang raja ksatria memerintah, terjadi bencana dan kesengsaraan seperti wabah penyakit di antara penduduk, serbuan negeri lain, pemberontakan dalam negeri, gerhana matahari atau bulan, gempa bumi, angin topan, banjir, kemarau panjang dan sebagainya, demi menghilangkan bencana-bencana tersebut sang raja harus menumbuhkan Maitri Karuna terhadap semua mahluk hidup. Dia harus memberi pengampunan kepada semua orang hukuman yang dipenjara. Mengandalkan metode puja yang diungkapkan di atas, dia harus memuja Tathagata Cahaya Lazuardi Guru Penyembuhan. Dikarenakan kekuatan dari pahala Ikrar Agung Hyang Tathagata, negerinya akan menjadi aman tenteram. Angin dan hujan akan turun pada musimnya, dan panen akan berhasil. Semua mahluk hidup akan menjadi sehat dan bergembira. Di dalam negerinya tidak akan ada Yaksa jahat, maupun mahluk hidup dengan berbagai gangguan spiritual. Semua pertanda buruk akan hilang, negerinya menjadi makmur, dan sang raja ksatria akan berumur panjang, memiliki kesegaran dan terbebas dari penyakit. Arya Ananda, jika sang raja, ratu atau selir, pewaris tahta atau pangeran lain, para menteri, jenderal, abdi istana dan dayang, pejabat, maupun rakyat jelata menderita penyakit atau mengalami bencana lain, mereka juga harus membuat dan memasang panji panca warna dan menyalakan pelita di rumahnya. Mereka harus melepaskan berbagai mahluk hidup yang teraniaya, menaburkan bunga wangi, dan membakar berbagai dupa wangi. Maka mereka akan terbebas dari semua penyakit dan kesulitan."

Pada saat itu Ananda bertanya pada Bodhisattva Apavarga : "Bodhisattva yang bajik, bagaimana caranya memperpanjang umur seseorang yang seharusnya telah berakhir?" Bodhisattva Apavarga menjawab : "Oh, orang bajik, apakah engkau belum pernah mendengar uraian Sang Tathagata tentang 9 kematian sebelum waktunya? Itulah sebabnya Aku mendorong engkau membuat panji memperpanjang umur, menyalakan pelita dan mengembangkan berbagai perbuatan bermanfaat, dengan menimbun amal jasa seseorang akan hidup sepenuhnya sampai akhir usianya dan tidak mengalami penderitaan dan musibah apapun." Ananda bertanya : "Apakah 9 kematian sebelum waktunya itu?" Bodhisattva Apavarga menjawab : "Mungkin ada mahluk hidup yang mengidap penyakit, yang walaupun ringan, tetapi tidak diobati karena tidak mendapatkan obat atau dokter. Atau mereka mungkin bertemu dengan dokter yang memberinya obat yang salah. Orang ini sebenarnya belum saatnya meninggal, tetapi dibuat meninggal sebelum waktunya. Selain itu, ada orang yang percaya pada penganut aliran sesat yang materialistis dan jahat, dukun ilmu hitam. Mereka akan memberikan ramalan bencana dan berkah palsu yang menyebabkan kekuatiran. Karena orang ini tidak bisa membedakan dengan tepat, dia mengajukan pertanyaan sekitar nasibnya, dan membunuh berbagai jenis mahluk hidup untuk menyenangkan kekuatan ini. Dia mengundang mahluk halus untuk meminta berkah, perlindungan dan memperpanjang hidupnya, tetapi niat itu tak tercapai karena orang ini terperangkap dalam kebingungan dan kegelapan batin, terlalu percaya pada pandangan sesat sehingga akhirnya ia mengalami kematian sebelum waktunya dan masuk neraka tanpa bisa keluar dalam waktu tertentu. Inilah yang dikenal sebagai kematian sebelum waktunya yang pertama. Yang kedua adalah melalui hukuman undang-undang negara. Yang ketiga adalah seorang yang suka berburu atau berbuat asusila, terlibat makan minum melebihi batas. Karena tidak mengenal disiplin dan hidup teratur, kekuatan intinya dirampas oleh mahluk halus jahat, yang keempat adalah terbakar api. Yang kelima adalah tenggelam di air. Yang keenam adalah dimangsa binatang buas. Yang ketujuh adalah terjatuh dari tebing tinggi. Yang kedelapan adalah kematian oleh tanaman beracun, ditenung, dan oleh mantra untuk membangkitkan mayat, setan dan lainnya. Yang kesembilan disebabkan kelaparan dan kehausan. Inilah penjelasan singkat dari Tathagata tentang kesembilan jenis kematian sebelum waktunya. Di samping itu pada hakikatnya terdapat bencana dan kematian yang tak terhitung banyaknya dalam kehidupan di dunia ini yang tak dapat diungkapkan satu persatu. Kemudian Arya Ananda, Raja Yama itu berkuasa atas catatan nama semua orang di dunia. Jika ada mahluk hidup yang tidak berbakti, melakukan 5 dosa berat yaitu : Membunuh ayah, ibu, membunuh arahat, melukai Buddha dan merusak keharmonisan Sangha, merugikan dan mencemarkan Tri Ratna, melanggar undang-undang negara dan melanggar sila atau disiplin lainnya, maka Raja Yama akan menghukum mereka sesuai dengan berat ringannya pelanggaran dari pemeriksaannya. Itulah sebabnya sekarang Aku mendorong semua mahluk hidup untuk menyalakan pelita, membuat panji, membebaskan mahluk hidup, membuat kebajikan untuk menolong mahluk lain, agar mereka terhindar dari berbagai penderitaan dan kesulitan."

Pada saat itu di dalam persamuan terdapat 12 Panglima Besar Yaksa yang duduk bersama. Nama mereka adalah : Jenderal Kumbhira, Jenderal Vajra, Jenderal Mihira, Jenderal Andira, Jenderal Anila, Jenderal Sandilam, Jenderal Indra, Jenderal Pajra, Jenderal Makura, Jenderal Kinnara, Jenderal Catura, Jenderal Vikarala.

Masing-masing Panglima Yaksa ini mempunyai pasukan sebanak 7.000 Yaksa. Mereka berkata dengan serempak kepada Hyang Buddha : "Yang Dijunjungi, karena kekuatan yang mengagumkan dari Hyang Buddha, kami telah memperoleh kesempatan mendengar nama Tathagata Cahaya Lazuardi Guru Penyembuhan, sehingga kami tidak takut lagi akan terjatuh ke alam samsara. Kami semuanya mempunyai pikiran yang sama untuk berlindung sepenuhnya kepada Buddha, Dharma dan Sangha. Kami berkeinginan untuk memikul tanggung jawab melakukan perbuatan bermanfaat yang benar, membantu mahluk hidup mendapatkan keberuntungan, kedamaian dan kegembiraan. Berkenaan dengan mereka yang menerima, menghayati dan mengedarkan Sutra ini maupun yang memuliakan nama Tathagata Cahaya Lazuardi Guru Penyembuhan, serta memuja rupang atau gambar-Nya, di mana saja mereka berada, apakah di desa, di kota, atau di hutan, kami beserta pengikut akan mengunjungi tempat itu untuk melindungi mereka, kami akan mengusahakan agar mereka terbebas dari semua penderitaan dan kesulitan, serta agar semua keinginannya bisa terpenuhi. Mereka yang ingin terbebas dari penderitaan penyakit juga harus membacakan Sutra ini. Dengan menggunakan tali 5 warna sebanyak 12 utas, mereka harus mengikat simpul dengan nama kami masing-masing di setiap tali, lalu digantungkan di sisi altar, dan bila keinginannya sudah tercapai, simpul itu boleh dibuka."

Pada saat itu Sang Junjungan memuji semua Panglima Yaksa dengan berkata : "Bagus, bagus, Panglima Yaksa Besar! Cita-cita kalian patut dihargai! Bila kalian berniat membalas kemurahan hati dan jasa Tathagata Cahaya Lazuardi Guru Penyembuhan, kalian harus selalu melayani semua mahluk hidup dengan cara yang baru saja kalian katakan, dengan memberikan manfaat, kedamaian dan kegembiraan."

Kemudian Ananda bertanya kepada Hyang Buddha : "Yang Dijunjungi, nama apa yang harus diberikan kepada ajaran ini dan bagaimana seharusnya kami menjunjungnya?" Hyang Buddha memberitahukan kepada Ananda : "Nama ajaran ini adalah 'Pahala dari Ikrar Agung Tathagata Cahaya Lazuardi Guru Penyembuhan', juga disebut 'Mantra Suci dari Ikrar mengikat ke-12 Panglima Yaksa untuk Membantu Semua Mahluk Hidup', juga disebut 'Merenggut Semua Selubung Karma'. Dengan cara ini engkau harus menjunjungnya."

Sesudah Sang Junjungan selesai berbicara, semua Bodhisattva Mahasattva, Sravaka Agung, para raja, menteri, Brahmana, umat awam terpelajar, dewa, naga, yaksa, Gandharva, asura, garuda, kinara, dan mahluk manusia maupun bukan manusia, di dalam persamuan besar, yang mendengar ajaran Hyang Buddha bersukacita. Mereka bertekad menerima dan mempraktekkan ajaran ini dengan tulus.

( SELESAI )

Ksitigarbha Bodhisattva Purva Pranidana Sutra

Mahaparinirvana Pacchimovada Sutra

"O, para bhikshu, seandainya kalian mempunyai keragu-raguan tentang Empat Kebenaran Ariya ( Empat Kesunyataan Mulia ) tanyakanlah!" Hyang Buddha mengulangi tiga kali pernyataan tersebut, namun tak seorang pun yang menjawab! Mengapa demikian? Karena semua yang hadir tidak lagi memiliki keragu-raguan. Pada saat itu Aniruddha yang mengerti keadaan para hadirin, berkata kepada Hyang Buddha demikian: " O, Guru Junjungan Dunia, meskipun bulan dapat membuat panas dan matahari dapat membuat semuanya menjadi dingin, namun Empat Kebenaran Ariya yang diajarkan oleh Hyang Tathagata tidak dapat diubah! Dukkha yang dikatakan dukkha adalah hal yang sebenarnya. Penyebab dukkha juga merupakan hal yang nyata. Bila dukkha telah tiada, itu disebabkan hilangnya penyebab dukkha. Bila penyebab dukkha telah tiada, maka akibat dukkha pun tiada. Jalan penghapusan dukkha adalah Jalan Kebenaran Dharma dan tiada jalan lain! O, Guru Junjungan Dunia, Para bhikshu yang hadir di sini telah yakin dan benar-benar yakin akan hal tersebut dan tiada lagi keragu-raguan akan Empat Kebenaran Ariya!"

"Bagi mereka yang hadir dalam pertemuan ini tetapi belum mencapai tingkatan-tingkatan kesucian, mungkin setelah melihat Parinirvana Hyang Buddha akan merasa sedih. Bagi seorang yang baru menginjakkan kakinya ke jalan kesucian, ketika mendengarkan apa yang diajarkan oleh Hyang Buddha akan mencapai pembebasan! Bagaikan seorang yang melihat halilintar pada malam yang gelap gulita, demikian pula dia akan dapat mencapai pengertian Dharma. Jika ada seseorang yang telah mensucikan dirinya dan telah melepaskan diri dari lautan Samsara tetapi juga berkata: 'Hyang Tathagata telah Parinirvana, kenapa hal ini terjadi begitu cepat!' Meskipun Anuruddha berkat demikian, tetapi semua yang hadir telah mengerti tentang Empat Kebenaran Ariya. Hyang Tathagata bermaksud bagi mereka yang hadir dalam pertemuan tersebut menguatkan keyakinan mereka. Dengan perasaan yang penuh dengan welas asih, sekali lagi Hyang Buddha berkata: 'O, para bhikshu, jangan gelisah! Seandainya Aku harus hidup dalam dunia ini dalam waktu yang lama, tetapi kita pun harus berpisah! Suatu hal yang tidak mungkin untuk berkumpul selamanya dan tidak berpisah! Dharma yang bermanfaat bagi diri sendiri dan bagi orang lain telah dibabarkan! Seandainya Aku harus hidup untuk selamanya di dunia ini pun juga tidak bermanfaat. Bagi mereka yang telah dibantu baik di dunia ini maupun di alam lain, semuanya telah dilaksanakan. Dan bagi mereka yang belum diselamatkan, juga telah memiliki syarat untuk mencapai pembebasan!' "

"Semenjak saat ini, semua siswa-Ku harus tahu bahwa Tubuh Dharma Kaya dari Hyang Tathagata adalah kekal! Kalian semua mengetahui bahwa segala sesuatu tidak kekal, sesuatu yang bertemu akan berpisah. Janganlah sedih dan gelisah. Berusahalah dengan sungguh-sungguh agar mencapai pembebasan! Dengan sinar prajna (kebijaksanaan) menghancurkan kegelapan avidya! Segala sesuatu yang berubah-ubah dan tidak kekal! Menuju pembebasan bagaikan seorang yang terbebas dari segala macam penyakit! Sesungguhnya yang tidak kita kenal tubuh jasmani ini adalah sesuatu yang tidak kekal. Tubuh ini dicengkeram oleh kelapukan, sakit, lahir, dan mati! Tidak adakah sesuatu yang lebih berharga dan membahagiakan seorang yang bijaksana setelah mengerti hal demikian?"

"O, para bhikshu, berusahalah dengan giat dan bulatkan tekad untuk mencapai pembebasan! Segala sesuatu yang berubah dan tidak berubah merupakan manifestasi bentuk fenomena dari kemayaan! Tenanglah kalian! Tak lama kemudian Aku akan sirna! Inilah pesan-pesan terakhir-Ku!"

I. Istana Trayastrimsa Varga Rddhidhi Jnanam

Demikianlah kudengar, pada suatu waktu Hyang Buddha berdiam di Surga Trayastrimsauntuk membabarkan Dharma kepada ibu-Nya.
Pada saat itu terdapat sejumlah besar Buddha maupun Bodhisattva Mahasattva agung yang tak terhitung dari dunia yang tak terbatas di sepuluh penjuru, semua berkumpul bersama untuk memuji kemampuan Buddha Sakyamuni menampilkan kebijaksanaan dan daya gaib yang tak terungkapkan di dunia dengan Lima Kerusuhan, demikian juga kemampuan-Nya untuk membimbing dan menundukkan mahluk hidup yang keras kepala sehingga mereka dapat menyadari dharma tentang penderitaan dan kebahagiaan. Masing-masing mengirimkan pengikutnya untuk memberikan penghormatan kepada Yang Dijunjungi.

Pada saat itu Hyang Tathagata tersenyum dan memancarkan ratusan ribu koti awan bercahaya seperti Mahaparipurna Megha, Mahamaitri Megha, Mahajnana Megha, Mahaprajna Megha, Mahasamadhi Megha, Mahasri Megha, Mahapunya Megha, Mahaguna Mega, Mahasarana Megha, Mahastotra Megha. Sesudah memancarkan lebih banyak awan cahaya, Beliau juga mngeluarkan berbagai suara yang halus dan merdu seperti suara Danaparamita, suara Silaparamita, suara Ksantiparamita, suara Viryaparamita, suara Dhyanaparamita, dan suara Prajnaparamita, suara Maitri, suara Karuna, suara Upeksha, suara Mahasimhanada, suara Garjita, suara Mahagarjita, dan sebagainya.
Setelah suara-suara yang tak terungkapkan itu dipancarkan, para dewa, naga, setan, dan malaikat dari dunia Saha ini dan dunia lainnya datang berkumpul di istana Surga Trayastrimsa. Mereka datang dari Surga Catur Maharaja Kajika, Surga Trayastrimsa, Surga Suyama, Surga Tusita, Surga Nirmanarati, Surga Paranirmita-Vasavartin, Surga Brahmakajika, Surga Brahmapuronita, Surga Mahabrahma, Surga Parittabha, Surga Apramanabha, Surga Abhasvara, Surga Parittasubha, Surga Apramanasubha, Surga Subhakrtsna, Surga Punyapravasa, Surga Anabhraka, Surga Bhratphala, Surga Asanjnisttva, Surga Avrha, Surga Atapa, Surga Sudrsa, Surga Sudarsana, Surga Akanistha, hingga Surga Naivasamjnanasamjnayatana.

Selain itu malaikat penguasa lautan, sungai, pohon, gunung, bumi, danau, penguasa ladang, siang, malam, angkasa, malaikat surga, makanan dan minuman, hutan, dan malaikat lainnya dari dunia Saha dan dunia lainnya semua berkumpul bersama.

Di samping itu semua raja setan di dunia Saha ini dan dunia lainnya berkumpul bersama. Mereka adalah Raja Setan Bermata Kejam, Raja Setan Peminum Darah, Raja Setan Pemakan Saripati dan Tenaga, Raja Setan Pemakan Kandungan dan Telur, Raja Setan Penyebar Penyakit, Raja Setan Penolak Racun, Raja Setan Pengasih, Raja Setan Pemberi Berkah, Raja Setan Berbudi Luhur, dan lainnya.

Pada saat itu Buddha Sakyamuni berkata kepada Pangeran Dharma, Bodhisattva Manjusri: " Bila engkau melihat para Buddha, Bodhisattva, dewa, naga, setan, dan malaikat dari dunia ini dan dunia lainnya yang berkumpul sekarang di Surga Trayastrimsa, apakah engkau bisa mengetahui jumlah mereka?"

Manjusri berkata kepada Hyang Buddha: "Yang Dijunjungi, sekalipun aku menghitung dan menaksir dengan daya gaibku selama seribu kalpa, aku tidak akan mampu menghitungnya."

Hyang Buddha memberitahukan kepada Manjusri: "Bila aku memperhatikan dengan mata Buddhaku, jumlah mereka adalah tidak habis-habisnya. Selama berkalpa-kalpa semua mahluk ini telah diselamatkan, sedang diselamatkan, dan akan diselamatkan, telah disempurnakan, sedang disempurnakan, dan akan disempurnakan oleh Bodhisattva Ksitigarbha."

Manjusri berkata kepada Hyang Buddha: "Yang Dijunjungi, aku telah menanam akar kebajikan selama berkalpa-kalpa dan telah memperoleh kebijaksanaan yang tak ter-rintangi. Bila aku mendengar sabda Hyang Buddha, aku segera menerimanya dengan keyakinan. Tetapi mereka yang berada di Jalan Sravaka dengan pencapaian terbatas, dewa, naga, dan lainnya dari delapan kelompok mahluk suci dan mahluk hidup lainnya di masa yang akan datang mungkin bisa mendengar kata-kata Tathagata yang tulus dan nyata, tetapi pasti akan timbul keragu-raguan. Jika mereka dipaksa untuk menerima ajaran ini, mereka mungkin tidak akan terhindar dari menghinanya. Yang Dijunjungi tolong jelaskan perbuatan Bodhisattva Ksitigarbha sewaktu Dia masih menempuh jalan Bodhisattva dan ceritakanlah tentang ikrar yang dibuat sehingga memungkinkan-Nya untuk melaksanakan tugas yang tak terbayangkan ini."

Hyang Buddha berkata kepada Manjusri: "Dengan menggunakan perumpamaan, jika seluruh tumbuh-tumbuhan, gunung, batu, dan titik debu di dalam jutaan dunia dijumlahkan, dan masing-masing dijadikan sebuah sungai Gangga, sedangkan di dalam masing-masing sungai Gangga setiap butir pasirnya menjadi satu dunia dan di dalam setiap dunia itu setiap titik debunya menjadi satu kalpa. Kalikanlah jumlah ini dengan seribu kali dan ketahuilah bahwa selama itu pula Bodhisattva Ksitigarbha tetap tinggal dalam posisi Bumi Kesepuluh. Sedangkan berdiamNya di bumi Sravaka dan Paccekabuddha adalah jauh lebih lama lagi."

Manjusri, semangat dan ikrar yang mengagumkan dari Bodisattva ini adalah di luar jangkauan pikiran. Jika terdapat putra-putri berbudi di masa yang akan datang mendengar nama Bodhisattva ini, memujiNya, memuja, dan memberikan persembahan padaNya, atau jika mereka melukis dan mencetak gambarNya, mengukir atau melapisi rupangNya, mereka akan terlahir di Surga Tryastrimsa seratus kali, dan tidak akan terjatuh ke dalam alam sengsara."

"Manjusri, berkalpa-kalpa tak terhitung di masa lalu, pada masanya Buddha yang bernama
Tathagata Simhavikriditaparipurnacarya, Bodhisattva Ksitigarbha adalah anak seorang sesepuh. Sewaktu melihat penampilan Buddha tersebut yang sangat agung dan indah, anak sesepuh itu menanyakan perbuatan dan ikrar agung apa yang menyebabkan Beliau memperoleh rupa seperti itu. Buddha itu berkata: 'Jika engkau ingin memperoleh tubuh seperti ini, engkau harus membebaskan mahluk hidup yang sedang mengalami penderitaan selama berkalpa-kalpa.' "

"Manjusri, anak sesepuh itu kemudian membuat ikrar ini: 'Selama kalpa yang tak terhitung sampai dengan batas akhir dari masa yang akan datang, aku akan mencipatakan berbagai upaya untuk menyelamatkan mahluk hidup yang menderita dan berdosa di dalam Enam Alam. Bila mereka semua telah dibebaskan barulah aku sendiri akan menyempurnakan Jalan Buddha.'
Semenjak Dia membuat ikrar ini di hadapan Buddha tersebut sampai sekarang, ratusan ribu nayuta kalpa telah berlalu, dan Dia masih menjadi seorang Bodhisattva."

"Selain itu, pada asamkheya kalpa tak terhitung di masa lalu ada seorang Buddha bernamaTathagata Padmadhisvararaja. Masa kehidupan Buddha tersebut mencapai jutaan asamkheya kalpa."

"Pada masa ajaran duplikat hidup seorang putri Brahmana yang banyak menanam pahala pada kehidupan-kehidupan sebelumnya sehingga dia kini dihormati oleh setiap orang, sewaktu berjalan, berdiri, duduk, dan berbaring dia selalu dijaga dan dilindungi oleh para dewa. Sekalipun demikian, ibunya mempunyai kepercayaan yang tidak benar dan seringkali menghina Triratna. Wanita bijak tersebut menciptakan berbagai upaya untuk mendorong ibunya agar memegang pandangan yang benar, akan tetapi ibunya tidak percaya sepenuh hati. Tidak lama kemudian dia meninggal dan arwahnya terjatuh ke dalam neraka Avici."

"Mengetahui bahwa ibunya selama hidup di dunia tidak mempercayai hukum karma, putri Brahmana itu menyadari bahwa sesuai dengan karmanya itu ibunya akan terlahir di alam sengsara. Karena itu dia menjual rumah keluarganya, membeli dupa, bunga, dan perlengkapan lainnya dan melakukan pemujaan besar-besaran di vihara Buddha tersebut. Sewaktu melihat rupang Tathagata Padmasamadhisvararaja yang indah dan agung di vihara, putri Brahmana itu menjadi lebih khidmad. Sambil menatap rupang yang dihormati itu dia berpikir dalam hati: Hyang Buddha juga disebut Dia Yang Mendapat Penerangan Sempurna dan Maha Tahu. Jika Beliau berada di dunia dan aku bertanya kepadaNya, tentu Dia tahu ke mana perginya ibuku setelah meninggal.' "

"Putri Brahmana itu menangis dengan kepala tertunduk untuk waktu yang lama sekali, kemudian dia meluruskan tatapannya kepada Hyang Tathagata. Tiba-tiba terdengar suara di langit yang berkata: 'Putri suci, janganlah bersedih, aku akan menunjukkan di mana ibumu berada.' "

"Putri Brahmana itu merangkapkan kedua tangannya ke langit dan berkata: 'Dewata dari mana yang datang menghiburku? Sejak kehilangan ibuku, aku terkenang kepadanya siang dan malam, tetapi aku tidak tahu harus bertanya kepada siapa tentang tempat tumimbal lahirnya.' "

"Suara itu kembali berkumandang di langit dan berkata kepada putri suci itu: 'Aku adalah Tathagata Padmasamadhisvararaja yang engkau tatap dan puja. Karena melihat kebaktianmu kepada ibumu adalah jauh lebih besar dibandingkan mahluk hidup lainnya, akan kutunjukkan kepadamu tempat tumimbal lahirnya.' "

"Begitu mendengar suara ini, putri Brahmana itu sangat terharu, dan menjatuhkan dirinya ke tanah, sampai kaki dan tangannya patah semua. Mereka yang berada di sekitarnya menolongnya, dan sesudah dia disadarkan sebentar, dia menengadah ke langit dan memohon kepada Hyang Buddha: 'Kasihanilah diriku dan beritahukanlah tempat tumimbal lahir ibuku secepatnya; kematianku sendiri sudah dekat.' "

"Tathagata Padmasamadhisvararaja berkata kepada putri suci itu: 'Sesudah selesai memberikan persembahan, pulanglah ke rumah segera. Duduklah dengan tegak sambil merenungkan namaku dan engkau pasti akan tahu tempat tumimbal lahir ibumu'. Sesudah selesai memuja Hyang Buddha, putri Brahmana itu kembali ke rumahnya, di mana teringat ibunya, dia duduk dengan tegak sambil merenungkan Tathagata Padmasamadhisvararaja."

"Sesudah lewat sehari dan semalam tiba-tiba dia mendapatkan dirinya berada di tepi pantai yang airnya mendidih dan bergelembung. Banyak binatang buas dengan tubuh besi terbang berseliwiran di atasnya. Dia melihat ribuan dan jutaan laki-laki dan perempuan timbul dan tenggelam di dalam air, dicabik dan ditelan binatang itu. Dia juga melihat para Yaksa, masing-masing dengan bentuk yang berbeda; ada yang bertangan banyak, bermata banyak, berkaki banyak, maupun berkepala banyak. Gigi yang tajam bagaikan pisau mencuat dari mulut mereka, dan mereka menggiring para hukuman ke arah binatang buas tersebut. Beberapa Yaksa menjambak para hukuman, mematahkan atau memutar kepala dan kaki mereka ke dalam berbagai bentuk yang sangat mengerikan untuk dilihat."

"Dalam pada itu putri Brahmana tersebut tetap tenang dan tidak takut karena kekuatan dari mengingat Hyang Buddha. Seorang raja setan bernama Amagadha datang menyambut putri Brahmana dengan hormat sambil berkata: 'Bodhisattva yang mulia, mengapa engkau datang ke tempat ini?' "

"Putri Brahmana itu bertanya kepada raja setan: 'Tempat apakah ini?' "

"Raja setan menjawab: 'Ini adalah lautan pertama dari sisi barat Mahacakravala' "

"Putri Brahmana bertabya pula: 'Pernah kudengar bahwa alam neraka itu berada di dalam Mahacakravala. Apakah benar begitu?' "

"Raja setan menjawab: 'Betul, neraka itu sebenarnya berada di sini.' "

"Putri Brahmana bertanya: 'Bagaimana aku bisa berada di neraka?' "

"Raja setan menjawab: 'Tidak ada seorang pun yang bisa ke sini kecuali dia mempunyai kekuatan gaib, dibimbing oleh Buddha atau karena karma buruknya.' "

"Putri Brahmana bertanya: 'Mengapa air itu mendidih dan mengapa terdapat banyak sekali orang hukuman dan binatang buas?' "

"Raja neraka menjawab: 'Ini adalah orang-orang berdosa dari Jambudvipa yang baru meninggal, di mana selama empat puluh sembilan hari pertama sesudah mereka meninggal tidak ada (keluarga atau teman dekat) yang melakukan perbuatan yang memberikan pahala atas nama mereka untuk menyelamatkan mereka dari penderitaan. Lagipula, selama hidupnya mereka tidak pernah melakukan kebaikan. Sesuai dengan perbuatan jahat mereka muncullah neraka dan mereka harus mngarungi lautan mendidih ini dulu. Sepuluh ribu yojana ke timur ada lautan lain yang penderitaannya dua kali lipat dari lautan ini. Ke arah timur dari situ terdapat lautan lainnya yang penderitaannya bertambah dua kali lipat lagi.
Ketiga lautan ini dinamakan Lautan Samsara. Mereka yang melakukan kejahatan melalui ketiga wadah Karma yaitu badan, mulut, dan pikiran, sesudah meninggal langsung dibuang ke lautan ini.' "

"Putri Brahmana bertanya lagi: 'Di mana letaknya neraka?' "

"Raja setan menjawab: 'Di dalam ketiga lautan ini terdapat ratusan ribu neraka besar, masing-masing berbeda jenisnya. Ada delapan belas yang terutama dikenal sebagai neraka besar. Yang lebih kecil ada lima ratus dengan penderitaan yang kejam dan tak terbatas, selain itu ada seratus ribu lebih bagi mereka yang dosanya lebih ringan.' "

"Putri Brahmana itu berkata lagi kepada raja setan: 'Ibuku juga baru meninggal, dan aku tidak tahu arwahnya berada di mana.' "

"Raja setan itu bertanya: 'Sewaktu ibumu masih hidup, apa yang menjadi kebiasaannya?' "

"Putri Brahmana menjawab: 'Ibuku mempunyai pandangan yang salah, suka mencemooh dan menghina Triratna. Sekalipun dia kadang-kadang percaya, itu pun umumnya tidak lama dan kemudian dia tidak menghormat lagi. Meskipun dia baru meniggal beberapa hari, aku tidak tahu tempat tumimbal lahirnya.' "

"Raja setan bertanya: ' Apakah nama dan marga dari ibumu?' "

"Putri Brahmana menjawab: 'Kedua orang tuaku berasal dari kaum Brahmana, ayah bernama Sila Sudarshan, ibuku bernama Vatri.' "

"Raja setan Amagadha merangkapkan kedua tangannya dengan hormat dan memberitahukan Putri Brahmana itu: 'Putri Suci, kembalilah ke tempat tinggalmu. Jangan kuatir atau bersedih, karena perempuan berdosa Vatri telah terlahir di surga tiga hari yang lalu. Dikatakan bahwa dia ditolong oleh anaknya yang berbakti dengan melakukan persembahan dan menanam pahala untuknya di vihara Tathagata Padmasamadhisvararaja. Tidak hanya ibu sang Bodhisattva yang memperoleh pembebasan dari neraka, bahkan disebabkan oleh pahala yang sangat besar itu, orang berdosa lainnya yang seharusnya menderita hukuman tak terputus juga memperoleh kebahagiaan dan telah dilahirkan kembali.'
Setelah selesai berbicara, raja setan itu mengundurkan diri sambil merangkapkan tangannya dengan hormat."

"Putri Brahmana itu merasa dirinya bagaikan terbangun dari mimpi, merasa sangat lega dan bergembira, dia kembali ke vihara dan mengucapkan suatu ikrar yang berat di hadapan rupang Tathagata Padmasamadhisvararaja dengan berkata: 'Aku berikrar, mulai sekarang hingga berkalpa-kalpa di masa yang akan datang, untuk menciptakan berbagai upaya guna menolong mahluk hidup yang menderita karena berbuat dosa serta agar mereka dapat membebaskan diri dari belenggu Samsara.' "

Hyang Buddha memberitahukan Manjusri, "Raja setan itu sekarang adalah Bodhisattva Dravyasri, sedangkan Putri Brahmana itu sekarang adalah Bodhisattva Ksitigarbha."

II. Pertemuan Badan-Badan Jelmaan Ksitigarbha Bodhisattva

Pada saat itu tubuh-tubuh jelmaan dari Bodhisattva Ksitigarbha berkumpul di Istana Trayastrimsa dari jutaan asamkhyeya dunia yang tak terbayangkan dan tak terbilang, dari segala tempat di mana terdapat neraka. Karena kekuatan gaib dari Hyang Tathagata, masing-masing datang dari tempatnya bersama puluhan ribu nayuta mahluk yang telah terbebaskan dari jalan karma. Semua datang dengan membawa dupa dan bunga untuk dipersembahkan kepada Buddha Sakyamuni. Berkat bimbingan Bodhisattva Ksitigarbha mereka yang datang semua sudah tidak mengalami kemunduran dari Anuttara Samyaksambodhi, sekalipun beberapa kalpa yang lalu mereka masih terombang-ambing dalam arus kelahiran, kematian, dan penderitaan di antara ke Enam Alam tanpa berhenti sejenakpun. Disebabkan oleh belas kasih yang besar dan ikrar yang kuat dari Bodhisattva Ksitigarbha, mereka semua telah diselamatkan sehingga bisa memasuki jalan Buddha. Sewaktu memasuki Surga Trayastrimsa, hati mereka diliputi kegembiraan, mereka menatap Hyang Tathagata tanpa berpaling sekejappun.

Pada saat itu Buddha Sakyamuni mengulurkan tanganNya yang berwarna keemasan dan meraba ubun-ubun dari setiap tubuh jelmaan Bodhisattva Ksitigarbha yang banyaknya ratusan ribu koti asamkhyeya itu sambil berkata, "Aku mengajar dan mengubah mahluk hidup yang keras kepala di dalam dunia dengan Lima Kerusuhan, membuat pikiran mereka mudah dikendalikan, supaya sadar dan kembali ke jalan yang benar. Meskipun demikian, satu atau dua orang di antara sepuluh orang masih berbuat jahat. Aku juga menjelmakan diriKu ke dalam ratusan ribu koti tubuh untuk menciptakan berbagai upaya guna menyelamatkan mereka. Di antara mereka ada yang cerdas dan begitu mendengarkan ajaranKu dapat menerimanya dengan baik; ada juga yang telah banyak menanam kebajikan di masa lalu sehingga cepat berhasil dengan sedikit dorongan. Mereka yang diliputi kegelapan dan kebodohan batin harus diajari dan diubah dalam waktu yang lama agar kembali ke jalan yang benar, sedangkan mereka yang mempunyai karma berat tidak menghormati Buddhadharma dan susah disadarkan. Tubuh-tubuh jelmaan itu menyeberangkan dan membantu segala jenis mahluk hidup dengan mengambil wujud sebagai laki-laki, perempuan, dewa, naga, malaikat atau setan. Atau bahkan sebagai gunung, hutan, kali, mata air, dan sungai, sebagai danau, kolam atau sumur untuk memberikan manfaat dan agar bisa menyelamatkan mahluk hidup. Kadang-kadang Aku menjelmakan diri menjadi Raja Indra, Raja Brahma, Raja Cakravartin, orang awam, raja negeri, perdana menteri, pejabat, bhiksu, bhiksuni, upasaka, upasika, Sravaka, Paccekabuddha, dan Bodhisattva untuk mengajari dan menyelamatkan mahluk hidup di alam semesta. Itu semua hanyalah merupakan tubuh jelmaan Hyang Buddha."

Hyang Buddha melanjutkan dengan berkata, "Ketahuilah bahwa aku telah bersusah payah selama berkalpa-kalpa dan mengalami berbagai penderitaan untuk menyelamatkan dan menyeberangkan mahluk hidup yang susah diubah dan yang menderita karena berdosa. Mereka yang tidak bertobat mengalami balasan sesuai dengan karmanya. Jika mereka terjatuh ke alam sengsara dan mengalami penderitaan berat, engkau harus ingat dengan janji yang Kubuat di Surga Trayastrimsa: Aku akan menyebabkan semua mahluk di dunia Saha, sampai datangnya Maitreya, untuk memperoleh kebebasan dan meninggalkan penderitaan selama-lamanya serta untuk bertemu dengan Buddha dan menerima ramalan tentang mereka."

Pada saat itu tubuh-tubuh jelmaan Bodhisattva Ksitigarbha dari berbagai dunia dan sejak berkalpa-kalpa itu bersatu kembali menjadi tubuh asalnya lagi, lalu sambil menangis karena terharu berkata kepada Hyang Buddha, "Selama berkalpa-kalpa aku telah menerima bimbingan dari Hyang Buddha sehingga aku memperoleh kekuatan gaib yang tak terbayangkan dan kebijaksanaan yang tinggi. Tubuh jelmaanku memenuhi dunia yang banyaknya bagaikan butir pasir di dalam ratusan ribu sungai Gangga. Di dalam setiap dunia itu aku menjelma ke dalam puluhan ribu juta tubuh, masing-masing dari tubuh itu menyeberangkan ratusan ribu manusia dan menyebabkan mereka berlindung kembali kepada Tri Ratna, meninggalkan kelahiran dan kematian selama-lamanya, dan mencapai kebahagiaan Nirvana. Jika sekalipun perbuatan baik mereka di dalam Buddhadharma adalah sekecil sehelai rambut, setetes air, sebutir pasir, setitik debu, berangsur-angsur aku akan menolong mereka agar memperoleh pembebasan dan manfaat besar dari Buddhadharma. Yang Dijunjungi, janganlah kuatir tentang masa depan mahluk hidup dengan karma buruk itu."

Pada saat itu Hyang Buddha memuji Boddhisattva Ksitigarbha dan berkata, "Bagus sekali, bagus sekali, aku akan membantu tugas yang engkau sanggupi dengan tulus ini. Bila engkau memenuhi ikrar mulia ini sesudah melewati kalpa yang panjang, engkau akan segera mencapai ke-Bodhi-an."


III. Varga Pengamatan Atas Karma Makhluk Hidup Serta Sebab Akibatnya

Ketika itu Ibu Mahamaya merangkapkan kedua telapak tangannya memberi hormat kepada Bodhisattva Ksitigarbha seraya bertanya: "Yang Arya, bagaimanakah hukum karma yang berlaku bagi para makhluk dari dunia Jambudvipa yang pernah berbuat macam-macam karma buruk itu?"

Ksitigarbha Bodhisattva menjawab: "Dunia serta alam Budha banyak sekali hingga berjuta-juta. Di dunia Saha terdapat neraka, di alam lain tiada neraka, di dunia saha terdapat wanita, di alam lain tidak terdapat wanita, Dunia yang terdapat Budha Dharma adalah dunia yang miskin merana. Ada dunia yang terdapat Bodhisattva, tiada Sravaka dan Pratyeka Budha. Sebaliknya ada dunia yang hanya terdapat Sravaka dan pratyeka Budha saja, tanpa Bodhisattva. Jadi tidak terbatas pada makhluk hidup di alam neraka saja yang mendapat siksaan karena karma berat.

Ibu Mahamaya menjelaskan kembali maksudnya, bahwa beliau ingin mengetahui pembalasan karma yang dilakukan oleh makhluk hidup di dunia Jambudvipa. Ksitigarbha Bodhisattva menjawab Ibu Mahamaya: "Dengarkanlah baik-baik, aku akan menguraikannya dengan singkat."

"Sudilah menerangkan, kami sekalian telah siap mendengarkan," sahut Ibu Mahamaya.

Ksitigarbha Bodhisattva menguraikan kepada Ibu Mahamaya: "Hukuman terberat dari neraka dan berlaku di dunia Jambudvipa adalah sebagai berikut: Apabila terdapat seorang anak durhaka yang tidak mematuhi orang tuanya, bahkan ia berani membunuh orang tuanya, maka umat yang berkelakukan seperti itu akan terjerumus ke dalam Neraka Avici setelah ia meninggal dunia dan masa hukumannya hingga jutaan koti kalpa, sulit memperoleh kesempatan untuk keluar dari situ.

Apabila terdapat seorang umat yang berani melukai badan Budha atau berani memfitnah Triratna, tidak menhormati kitab suci, juga akan terjerumus ke dalam neraka Avici dan masa hukumannya hingga jutaan koti kalpa, juga sulit memperoleh kesempatan untuk keluar dari situ.

Apabila terdapat seorang umat yang berani menyakiti Bhikshu, berani menodai Bhiksuni atau berani melakukan perbuatan asusila di Vihara atau berani membunuh makhluk bernyawa dalam vihara, akan terjerumus juga ke dalam neraka Avici dan masa hukumannya hingga jutaan koti kalpa, sulit memperoleh kesempatan untuk keluar dari situ.

Apabila terdapat umat yang berani menyamar sebagai Sramana, tapi hatinya bukan Sramana dan ia memboroskan harta benda milik Sangha, menipu kulapati, melanggar vinaya dan melakukan bermacam-macam karma buruk. Orang semacam ini juga akan terjerumus ke dalam Neraka Avici dan masa hukumannya hingga jutaan koti kalpa juga sulit untuk mendapatkan kesempatan untuk keluar dari situ.

Apabila terdapat umat yang berani mencuri harta benda milih Sangha, seperti barang keperluan sehari-hari, beras atau palawija, makanan atau minuman, jubah atau pakaian lain, bahkan barang apapun diambil bukan atas pemberiakn, ia akan terjerumus ke dalam neraka Avici dan masa hukumannya juga jutaan koti kalpa dan sulit memperoleh kesempatan untuk keluar dari situ."

Ksitigarbha Bodhisattva menjelaskan: "Ibu Mahamaya, jika terdapat umat berbuat karma demikian itu akan terjerumus ke dalam Neraka Avici dan tidak dapat mohon istirahat sesaatpun, menderita terus tak berkesudahan."

Ibu Mahamaya bertanya pula kepada Ksitigarbha Bodhisattva: "Yang Arya, mengapa Neraka itu dinamakan Neraka Avici?"

Ksitigarbha Bodhisattva menjelaskan: "Ibu Mahamaya yang berbudi, semua neraka berada dalam Gunung Maha Cakravada. Neraka yang besar terdapat 18 buah, yang sedang 500 buah. Setiap neraka mempunyai nama sendiri-sendiri. Sedangkan yang kecil jumlahnya banyak sekali, hingga jutaan buah dan namanyapun berbeda-beda juga! Neraka Avici itu kelilingnya kurang lebih 8 juga Yojana, semua dilengkapi dengan tembok besi, tinggi tembok tersebut 10 ribu Yojana. Dalam neraka tersebut tidak ada tempat yang kosong, semuanya dipenuhi kobaran api yang dasyat. Neraka ini bersambungan satu sama lain dan masing-masing mempunyai besar itulah Neraka Avici. Kelilingnya 18 ribu Yojana, temboknya juga dibuat dari besi dan tingginya 1.000 Yojana. Kobaran api yang membara menyala-nyala dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas. Di samping itu terdapat pula ular-ular berbisa dan anjing-anjing buas yang tubuhnya semuanya terbuat dari besi, dari mulutnya menyembur-nyembur api yang dasyat. Di atas tembok Neraka itu berkejar-kejaran ke timur ke barat. Di alam neraka terdapat ranjang besi tersebar seluas 10 ribu Yojana. Apabila terdapat seorang terhukum berbaring di atas ranjang besi itu, ia segera melihat dirinya telah berada di setiap ranjang besi yang banyaknya ribuan itu. Demikian pula apabila terdapat jutaan orang hukuman berbaring di atasnya, segera mereka melihat tubuhnya berada di setiap ranjang tersebut. Demikian pembalasan dari karma yang mereka perbuat. Dan semua terhukum menerima semua siksaan dan penderitaan."

Kemudian "Datanglah ribuan mara Yaksa dan hantu jahat. Giginya runcing bagaikan belati, sinar matanya bagaikan kilat, kukunya tajam terbuat dari tembaga. Mereka menyeret-nyeret yang terhukum sesuka hatinya. Ada pula setan Yaksa memegang toya runcing, menusuk-nusuknya ke dalam tubuh orang-orang yang berdosa atau menusuk ke dalam mulut atau hidung atau perut atau punggunya. Kemudian orang yang ditusuk itu dilempar ke atas lalu disambut kembali dan diletakkan di atas ranjang yang menyala membara."

"Ada pula serombongan garuda besi datang mematuki mata orang yang bersalah atau datang ular bertubuh baja melilit leher terhukum atau seluruh sendir tulangnya dipaku dengan paku panjang, atau lidahnya dicabut lalu digilas dengan bajak tajam atau ususnya dikeluarkan lalu diiris-iris menjadi potongan atau mulutnya dituangi cairan tembaga panas atau seluruh badannya dililiti besi panas. Hidup dan mati berulang-ulang ribuan kali demikianlah pembalasan karma. Demikian hingga jutaan kalpa lamanya, ia akan sulit memperoleh peluang untuk keluar. Jika dunia itu menuju kepunahan, sedangkan masa hukuman bagi para umat yang jahat tersebut belum habis, mereka berpindah ke alam dunia lain untuk menerima hukuman lanjutan, jika alam dunia lain mengalami pula kepunahan, mereka berpindah pula ke alam yang lainnya lagi untuk menerima hukuman selanjutnya, dan jika alam yang lainnya lagi ini mengalami kepunahan pula mereka berpindah lagi ke alam yang lainnya demikian seterusnya, hingga dunia ini terbentuk kembali dan mereka datang pula ke dunia tempat asal mereka. Hukuman karma yang tak terputus-putus ini demikianlah halnya."

"Masih terdapat lima hal mengenai hukum karma yang berkaitan dengan Neraka Avici. Maka disebut Anantarya. Kelima macam karma yang bagaimanakah itu ?

Ke 1. Yang terhukum mendapat penderitaan siang dan malam tiada henti-hentinya selama berkalpa-kalpa, waktunya tiada terputus-putus. Maka disebut Anantarya.

Ke 2. Di Neraka tersebut berapapun jumlah orang hukuman, satu atau jutaan, di setiap ruangan akan tetap terasa sesak padat, maka disebut Anantarya.

Ke 3. Tak ada satu terhukumpun yang dapat menghindar dari suatu hukuman, baik itu dari siksaan garpu tajam, tongkat berat, binatang-binatang bertubuh besi seperti garuda, ular, serigala, anjing, dan sebagainya. Atau dari siksaan lesung serta alu besi yang terbakar panas menumbuk tubuh orang yang jahat atau tubuhnya dilindas, digergaji, dipahat, dikikir atau diiris-iris menjadi berkeping-keping atau dimasukkan ke dalam periuk besar berisi air mendidih atau tubuhnya dibalut dengan jaringan baja yang panas atau diikat dengan tali baja yang telah terbakar atau dipaksa menaiki keledai besi panas atau kuda besi yang panas, lalu dibakar, dikupas kulitnya atau dibawa keledai atau kuda tersebut yang berlari kencang, kemudian disirami cairan besi yang sedang melebur. Apabila orang yang berdosa itu lapar, ia akan diberi makan peluru besi untuk ditelan dan yang haus diberi minuman cairan besi. Dan hukuman itu akan dijalaninya selama berkalpa-kalpa. Penderitaan itu sambung menyambung tiada putus-putusna. Maka disebut Anantarya.

Ke 4. Di neraka tersebut tidak ada alasan untuk meringankan hukumannya, baik itu lelaki atau wanita, suku bangsa minoritas atau telah berlanjut usia, atau muda belia, atau bangsawan atau hina dina, naga atau makluk suci, dewata atau setan, dan sebagainya. Siapa saja yang mempunyai karma berat, ia harus menanggung hukumannya tanpa pandang bulu. Maka disebut Anantarya.

Ke 5. Selama hukumannya belum habis, terhukum akan berulang kali mati dan hidup kembali. Siang dan malam mereka akan menerima penderitaan ini. Sekejappun takkan berhenti. Kendati telah habis masa hukumannya, barulah ia dilahirkan di alam lain. Maka disebut Anantarya."

Ksitigarbha Bodhisattva melanjutkan uraiannya: "Keadaan Neraka Avici sungguh rumit sekali atau sulit diterangkan. Aku hanya dapat menguraikannya secara singkat, jika meliputi semua alat-alat hukuman serta rupa-rupa penderitaannya secara lengkap, mungkin hingga satu kalpapun uraianku belum selesai!"

Setelah mendengar uraian tersebut, Ibu Mahamaya merasa cemas dan sedih! Lalu beliau segera beradara(beranjali) kepada Bodhisattva Ksitigarbha dan kembali ke tempatnya.

IV. Hukum Karma Makhluk-Makhluk Jambudvipa

Ketika itu Bodhisattva Masasattva Ksitigarbha berkata kepada Sang Budha: "Bhagava yang termulia! Atas berkah Maha Rddhiabijnabala Tathagat, maka aku dapat menjelajahi ratusan ribu koti dunia dengan menjelmakan badanku dengan demikian banyak untuk menyelamatkan segala makhluk yang berlibat hukum karma. Apabila tidak dianugrahi Maha kewelasasihan Sang Tathagata, aku takkan dapat berbuat perubahan sedemikian rupa. Kini aku mendapat pula pesan dari Sang Budha, agar semua makhluk yang berada di Sad Gatya itu ditolong agar bebas dari penderitaan hingga Sang Ajita (Maitreya Bodhisattva) menjadi Budha! Bhagava yang termulia! Tak usah kwatir! Aku akan mewujudkannya hingga sempurna!"

Sang Budha bersabda kepada Ksitigarbha Bodhisattva: "Yang Arya Ksitigarbha, semua makhluk yang belum terbebaskan dari kesengsaraan itu memiliki tabiat dan pikiran yang tidak menentu. Mereka kadang-kadang melakukan perbuatan jahat yang merupakan karma berat; kadang-kadang pula mereka melakukan perbuatan yang baik yang menjadikan kebajikan. Mereka semua mudah sekali terpengaruhi oleh lingkungannya. Itulah sebabnya mereka selalu berputar-putar dalam Panca Gatya (yakni alam dewa, manusia, binatang, hantu kelaparan dan neraka). Tanpa berhenti semasapun. Berkalpa-kalpa tersesat dan terbelenggu. Bagaikan ikan yang berenang terjaring sepanjang sungai, meskipun terkadang lolos dari jaring untuk sementara, pada akhirnya tetap terjaring tak terbebaskan. Makhluk semacam inilah membuatku gelisah dan kuatir selamanya. Kini engkau telah sanggup menyambung tugasku dengan tekad yang pernah engkau ikrarkan pada masa-masa yang silam untuk menolong umat yang mempunyai karma berat di alam semesta. Apa lagi yang perlu aku khawatirkan?"

Sementara Sang Budha bersabda demikian, terdapat seorang Bodhisattva Mahasattva yang bernama Dhyanasvararaja tampil ke depan memberi hormat seraya bertanya: "Bhagava yang termulia! Sudilah menerangkannya secara singkat. Mengapa Sang Bhagava terus menerus memuji jasa-jasa dan kebajikan Sang Ksitigarbha? Apakah ikrar beliau di masa silam?"

Sang Budha bersabda kepada Dhyanasvararaja Bodhisattva: "Dengarkanlah baik-baik dan perhatikanlah uraianku ini Yang Arya Dhyanasvararaja yang budiman! Aku akan mengisahkannya secara singkat satu persatu!"

"Pada masa purbakala Asankyeya Nayuta Kalpa yang tak terbilang, terdapat seorang Budha yang bernama Sarvajnasiddha yang telah memiliki 10 gelar yaitu Tathagata, Arahatm, SamyaksamBudha, Vidyacarana Sampannah, Sugatah, Lokavit, Anuttarah, Purusadamyasarathih, Sasta, Lokajyesthah. Usianya 60 ribu kalpa. Sebelum meninggalkan rumah menjadi Sramana, beliau adalah seorang raja dan beliau sangat akrab dengan seorang raja dari negri tetangganya. Namun rakyat negeri tetangganya itu banyak yang berbuat kejahatan. Lalu kedua raja itu berdamai mencari jalan dan kemudahan-kemudahan untuk menyelamatkan rakyatnya. Salah seorang raja berikrar, bahwa apabila mencapai ke-Budha-an secepatnya, beliau akan menyelamatkan rakyat jelata hingga habis tiada tersisa. Yang lainnya berikrar, bahwa beliau akan menyelamatkan dulu umat yang menderita agar mencapai ke-Bodhi-an, beliau baru menjadi Budha.

Sang Budha bersabda kepada Dhyanasvararaja Bodhisattva: "Yang Arya Dhyanasvararaja, Raja yang pertama itu kini telah mencapai penerangan sempurna dan menjadi Budha. Beliau adalah Sarvajnasiddha Tathagata. Sedangkan Raja yang berikrar ingin menyelamatkan dulu umat hingga selesai, baru menjadi Budha, beliau adalah Bodhisattva Mahasattva Ksitigarbha."

"Lagi, Yang Arya Dhyanasvararaja yang budiman, pada masa dahulu kala, beberapa Asankyeya kalpa yang tidak terbilang, terdapat seorang Budha yang bernama Suddhapadmanetra Tathagata. Usiannya 40 kalpa. Setelah memasuki periode Saddharma-Pratirupaka, terdapatlah seorang Arahat, beliau dengan kebajikannya menyelamatkan umat yang sengsara dan mengajarkan dharma. Pada suatu hari beliau bertemu dengan seorang putri yang bernama Jyotinetra. Ia menyediakan makanan untuk memuja Arahat tersebut. Selesai makan dan minum, Sang Arahat bertanya kepada putri itu: "Putri yang berbudi! Kepada siapakah jasa-jasa yang engkau perbuat ingin kau salurkan?" Putri Jyotinetra menjawab: "Ketika ibu hamba meninggal dunia, hamba telah banyak berdana untuk menyelamatkan beliau. Hingga kini hamba belum tahu, di alam mana beliau dilahirkan?" Mendengar itu sang Arahat merasa iba, lalu beliaupun bersemadhi. Dalam pada itu terlihat oleh beliau, bahwa ibu putri itu terjerumus dalam alam kesengsaraan dan sangat menderita. Sang Arahat itupun bertanya: "Ketika ibumu masih berada di dunia, pekerjaan apa yang dilakukannya sehingga beliau terjerumus ke alam sengsara dan sangat menderita?" Putri Jyotinetra menjawab: "Ibu hamba terlalu gemar makan anak ikan dan labi-labi, digoreng atau dimasak dengan sayur lain, banyaknya tidak kurang dari 10 juta kali nyawanya, dimakannya dengan lahapnya. Kasihanilah Bhante! Harus dengan cara apa agar ibu hamba dapat diselamatkan?" Sang Arahat dengan perasaan welas asih memberitahukan putri itu dengan cara yang mudah: "Engkau boleh menyebut nama Budha yaitu "Namo Suddhapadmanetra Budhaya" dengan sepenuh hati dan disamping itu engkau boleh membuat Budha rupang untuk mengadakan puja-bhakti di rumahmu. Dengan demikian baik yang telah meninggal maupun yang masih hidup akan mendapat perlindunganNya!"

"Setelah putri Jyotinetra mendengarkan penerangan Sang Arahat, iapun segera menjual semua barang kesayangannya untuk mendapatkan ongkos guna membuat gambar Budha Suddhapadmanetra. Kemudaian dipujaNya dengan khidmat serta memuliakan nama Budha tersebut. Karena terharu iapun menangis sambil memikirkan jasa-jasa Budha yang demikian besarnya sedangkan umat masih banyak kekurangan-kekurangannya. Saat ia sedang tidur, tiba-tiba ia bermimpi melihat seorang Budha yang amat besar bagaikan gunung Semeru dan memancarkan cahaya keemas-emasan yang terang benderang seraya bersabda: "Putri yang berbudi, janganlah engkau bersedih. Tidak lama lagi ibumu akan terbebaskan dari alam sengsara dan lahir di rumahmu. Ketika bayi itu dapat merasakan lapar dan kedinginan, ia akan bercerita tentang asal usulnya!"

"Tak selang berapa lama, seorang pramuwisma yang sedang mengandung melahirkan seorang anak laki-laki. Belum lagi genap 3 hari, karena merasa dingin dan lapar, ketika bayi itu melihat putri Jyotinetra, iapun segera menangis seraya berkata: "Anakku yang tersayang! Aku adalah ibumu. Karma yang dibuat diri sendiri semasa hidup dan mati, akibatnya akan diterima diri sendiri pula. Aku telah lama terjerumus dalam alam sengsara. Sejak aku meninggal dunia hingga baru-baru ini, aku terus menerus keluar masuk berbagai neraka tanpa henti-hentinya. Kini diberkahi jasa-jasa dan kebajikanmu aku baru memperoleh kesempatan lahir kembali di alam manusia yang hina dan usiakupun pendek. Umur 13 tahun harus kembali ke alam sengsara. Anakku yang tersayang! Apakah engkau dapat menyelamatkan aku terbebaskan dari penderitaan ini?"

"Setelah putri Jyotinetra mendengarkan kata-kata yang diucapkan bayi itu, ia menjadi yakin, bahwa bayi itu dahulu kala benar-benar adalah ibunya. Putri Jyotinetra merasa sangat sedih dan terisak-isak lalu bertanya: "Ibundaku yang tercinta! Katakanlah karena karma apa maka ibu terjerumus ke alam kesedihan?" Bayi pramuwisma tersebut menjawab: "Anakku tersayang! Waktu masih berada di dunia aku melakukan dua macam karma berat, yakni pembunuhan dan ucapan kotor serta memfitnah. Kalau saja tanpa jasa-jasa dan kebajikanmu, pastilah aku takkan dapat kesempatan keluar dari kesengsaraan." "Hukuman apakah yang pernah ibunda terima di neraka itu?" Tanya sang putri. "Anakku tersayang, hukuman neraka dan kesengsaraannya amat menyedihkan dan sulit untuk diceritakan. Apabila diceritakan secara luas hingga ratusan ribu tahunpun takkan habis!" jawab ibunya.

"Setelah putri Jyotinetra mendengar ucapan bayi itu, iapun menangis tersedu-sedu. Lalu ia menengadah seraya berkata: "Yang Maha Kuasa! Lindungilah ibuku! Agar ibuku terbebaskan dari alam kesedihan untuk selama-lamanya! Bila usia bayi telah genap 13 tahun, semoga karma buruknya dapat dihapuskan dan jangan terjerumus lagi ke alam sengsara lagi." Putri Jyotinetra lalu bersumpah: "Oh, Sang Budha yang berada di sepuluh penjuru jagat! Kasihanilah dan terimalah nadar utamaku yang akan hamba ikrarkan ini. Semoga ibu hamba dapat terbebaskan dari 3 gatya sengsara, dari kelahiran hina dan dari kelahiran menjadi wanita. Kini hamba berdiri di hadapan gambar Budha Suddhapadmanetra dan berjanji mulai saat sekarang hingga ratusan ribu koti kalpa yang akan datang, akan hamba selamatkan semua makhluk yang berat karma buruknya dan tengah mengalami kesengsaraan di 3 alam kesedihan di berbagai dunia, agar mereka terbebaskan dari neraka, dari alam binatang dan hantu kelaparan. Hamba akan membimbing mereka hingga mencapai ke-Budha-an. Setelah terlaksana itu semua, barulah hamba mencapai Anuttara SamyaksamBudha!"

"Selesai ikrar, putri Jyotinetra mendengar suara Suddhapadmanetra dari langit: "Putri Jyotinetra yang berbudi, perasaanmu sungguh penuh belas kasihan! Demi menyelamatkan ibumu, engkau telah bertekad mengucapkan nadar utama yang demikian agung! Mulai sekarang, bila usia ibumu telah genap 13 tahun, ia terbebaskan dari hukumannya dan akan dilahirkan di suatu daerah menjadi Brahmacarin, usianya akan mencapai 100 tahun. Setelah itu dia akan dilahirkan di sebelah timur, alam Asoka, negeri Budha Asokavijayasri atau di sebelah barat, alam Sukhavati, negeri Budha Amitabha. Usianya tak dapat diperhitungkan dengan hitungan kalpa. Di alam sana dia akan melaksanakan dharma luhur hingga mencapai kebodhian. Kemudian dia akan menjalankan tugasnya, menyelamatkan umat manusia dan dewa yang jumlahnya bagaikan butiran pasir sungai Gangga yang tak dapat diperkirakan!"

Sang Budha bersabda kepada Sang Bodhisattva Dhyanasvararaja: "Yang Arya, Sang Arahat yang pernah menyelamatkan putri Jyotinetra adalah Aksayamati Bodhisattva. Yang menjadi ibu putri Jyotinetra adalah Vimuktika Bodhisattva. Sedangkan putri Jyotinetra sendiri adalah Ksitigarbha Bodhisattva."

"Ketahuilah Yang Arya Dhyanasvararaja! Budi pekerti Sang Ksitigarbha sejak berkalpa-kalpa yang tak terhingga sangatlah agung, penuh belas kasihan dan beliau pernah menyatakan ikrar yang banyaknya bagaikan butiran pasir sungai Gangga. Begitu pula beliau pernah menyelamatkan umat yang menderita yang banyaknya sukar diperkirakan! Pada masa yang akan datang, apabila terdapat pria atau wanita yang enggan berbuat karma baik, hanya senang membuat karma buruk. Tidak percaya akan hukum sebab akibat dan selalu melakukan pekerjaan tercela, seperti asusila, berdusta, berlidah dua, ucapan kasar, memfitnah ajaran Sang Budha dan sebagainya. Maka umat yang demikian akan terjerumus ke dalam alam kesengsaraan, setelah mereka meninggal dunia! Akan tetapi, apabila mereka sebelumnya dapat bertemu dengan seorang Maitrayani yang mengajak mereka memohon perlindungan kepada Ksitigarbha Bodhisattva, perbuatan buruk mereka terampuni dan mereka terhindar dari 3 alam kesedihan. Seandainya para umat tersebut telah sadar dan ingin dengan sepenuh hati memberi hormat kepada Ksitigarbha Bodhisattva, memuliakan namaNya atau selalu melakukan puja bhakti dengan dupa, bunga, jubah, permata, minuman, makanan dan sebagainya. Sipemuja dalam masa akan datang yang banyaknya ratusan ribu koti kalpa akan terus menerus dilahirkan di surga untuk menikmati kebahagiaan di sana! Apabila usianya sudah habis mereka mendapat kesempatan terlahir kembali ke dunia manusia dengan kedudukan sebagai bangsawan atau menjadi seorang raja berkuasa, dan lamanya hingga ribuan kalpa dan mereka memiliki daya ingat kehidupan masa silam serta sebab akibat dan asal usul kehidupan masa lampau.

"Yang Arya Dhyanasvararaja! Ksitigarbha Bodhisattva yang demikian itu memiliki Maharddhi abhijnabala yang tak terlukiskan hebatnya untuk menolong umat manusia membebaskan diri dari kesengsaraan. Karena itu engkau beserta para Bodhisattva harus selalu ingat akan sutra ini, kemudian menyebarkan seluas-luasnya ke segala penjuru dunia.

Setelah Bodhisattva Dhyanasvararaja selesai mendengar kisah tersebut, beliau berkata kepada Sang Budha: "Bhagava yang termulia! Tak usah kwatir. Kami Bodhisattva Mahasattva yang berjuta-juta jumlahnya pasti dapat mewujudkan pesan Sang Budha dengan daya gaib yang dilimpahkan kepada kami, sutra ini akan kami sebarluaskan di dunia Jambudvipa supaya umat manusia mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya.

Setelah selesai, Dhyanasvararaja Bodhisattva memberi hormat kepada Sang Bhagava dengan beradara, lalu kembali ke tempat dudukNya.

Ketika itu para Raja Caturmaharajakajika yang datang dari ke empat penjuru Surga bersama-sama bangkit dari tempat duduknya, lalu memberi hormat dengan beradara kepada Sang Budha seraya bertanya, "Oh, Bhagava yang termulia! Apa sebabnya Sang Bodhisattva Mahasattva Ksitigarbha sejak sekian banyak kalpa memberikan maha ikrarNya, namun hingga kini masih banyak umat yang belum terbebaskan, malah menyatakan ikrar yang lebih besar lagi. Mohon Sang Bhagava memberi penjelasan kepada kami!"

Sang Budha Sakyamuni bersabda kepada ke empat Maha Raja Kajika: "Sadhu!Sadhu! Aku sekarang demi kepentinganmu dan para dewa, saat ini dan saat yang akan datang, menjelaskan bagaimana usaha Ksitigarbha Bodhisattva di dunia Saha dengan segala kemudahan-kemudahan menolong semua makhluk yang menderita terbebaskan dari kelahiran dan kematian."

"Terima kasih, Bhagava yang termulia! Kami sekalian telah siap mendengarkan."

Sang Budha bersabda: "Meskipun Ksitigarbha Bodhisattva sejak sekian lamanya hingga sekarang menyelamatkan umat yang menderita, namun belum juga terpenuhi cita-citaNya. Beliau merasa sangat kasihan kepada umat yang menderita di dunia ini. Mengingat beberapa kalpa yang tak terbilang pada masa yang akan datang, masih terdapat sebagian besar makhluk yang karma buruknya seperti tanaman yang merambat, makin lama makin menjalar luas. Oleh karena itu beliau berikrar dan berikrar lagi dan berupaya sekeras mungkin menyelamatkan umat yang menderita. Demikian Ksitigarbha Bodhisattva diSahaloka, di alam Jambudvipa, dengan ratusan ribu kemudahan-kemudahan membimbing umat menuju kebebasan dari penderitaan-penderitaan."

"Oh, Maha Raja Kajika! Seandainya terdapat umat yang sengaja melakukan pembunuhan, Ksitigarbha Bodhisattva segera memberitahukan, bahwa karma buruk ini akan mengakibatkan usia pendek atau mati muda. Yang melakukan pencurian dan perampokan, diberitahu, bahwa perbuatan jahat itu akan mengakibatkan orang menjadi miskin dan banyak menderita kesengsaraan di masa yang akan datang; yang melakukan perbuatan dursila akan mengakibatkan dirinya dilahirkan di alam unggas seperti burung pipit, merpati, belibis dasn sebangsanya; yang melakukan ucapan kasar akan mengakibatkan rumah tangganya selalu bentrok tidak harmonis; yang melakukan fitnahan akan mengakibatkan orang menjadi bisu atau menderita penyakit mulut yang menahun, yang senang marah atau membenci orang lain akan mengakibatkan badannya cacat dan berparas jelek sekali, yang terlalu serakah terhadap segala makanan dan minuman akan mengakibatkan kelaparan, kehausan dan selalu menderita penyakit tenggorokan; yang suka berburu akan mengakibatkan mati dalam ketakutan; yang durhaka kepada orang tuanya akan mengakibatkan kena bencana alam; yang membakar hutan akan mengakibatkan mati dalam kegilaan atau kesesatan; yang senang menganiaya anak tirinya akan mendapat balas dendam dari anak tirinya pada masa yang akan datang; yang suka memfitnah Triratna akan mengakibatkan menjadi buta, tuli, bisu dan sebagainya; yang menghina Budha Dharma akan lama dihukum di alam sengsara; yang merusakkan dan memboroskan barang-barang milik Sangha akan mengakibatkan dirinya terjerumus ke dalam neraka berkalpa-kalpa; yang menodai Sangha atau mengotori tempat suci akan mengakibatkan dirinya lahir di alam binatang; yang melakukan pembunuhan atau penyiksaan dengan air mendidih, dengan kobaran api akan mengalami pembalasan yang serupa di masa yang akan datang; yang melanggar sila kebhiksuan akan mengakibatkan dirinya lahir di alam binatang dan selalu menderita kelaparan; yang bersifat pemboros akan mengakibatkan selalu kekurangan akan kebutuhan; yang bersikap angkuh dan sombong atau egois akan mengakibatkan dirinya lahir di kalangan hina dina; yang berlidah dua atau gemar bertengkar akan lahir menjadi makhluk bisu atau menjadi seekor burung yang pandai berkicau; yang berpandangan sesat akan mengakibatkan dirinya lahir di daerah terpencil, demikianlah umat yang berada di dunia Jambudvipa yang pernah melakukan karma buruk melalui tubuh, mulut dan pikiran, yang banyaknya hingga jutaan macam akan mendapat pembalasan yang sesuai dengan perbuatannya masing-masing. Hanya sekian saja yang dapat kuuraikan! Meskipun karma mereka demikian beraneka warna dan banyak sekali jumlahnya, namun Ksitigarbha Bodhisattva tetap dengan ulet terus menerus berusaha dengan segala kemudahan-kemudahan untuk menyelamatkan mereka mencapai pembebasan.

Umat yang demikian banyak, karena pembalasan karmanya masing-masing, akhirnya terjerumus ke dalam Neraka berjuta-juta tahun tak terbebaskan. Karena itu kamu sekalian harus melindungi umat dan negara, agar mereka dijauhkan dari karma-karma buruk."

Mendengar sabda Sang Buddha, keempat Maha Raja Kajika menjadi sedih. Dengan wajah yang berlinang air mata mereka memberi hormat kepada Buddha Sakyamuni, lalu kembali ke tempat duduknya.

V. Berbagai Macam Neraka dan Namanya

Bodhisattva Mahasattva Samanta Bhadra berkata kepada Ksitigarbha Bodhisattva: "Yang Arya Ksitigarbha yang maha welas asih! Sudilah menerangkan Hukum Karma dan jenis jenis nama neraka serta tempat hukuman bagi para makhluk Jambudvipa, baik untuk para Deva, Naga, keempat Parsadah (yakni Bhiksu, Bhiksuni, Upasaka, Upasika)serta para umat, baik yang berada di masa sekarang ataupun di masa yang akan datang, agar mereka dapat mengetahui keadaan yang demikian pahit di alam Neraka dan akibat Hukum Karmanya."

"Baik sekali Yang Arya Samanta Bhadra yang Mahacarya! Sahut Ksitigarbha Bodhisattva, "Sekarang berkat kewibawaan Sang Buddha serta dari kekuatan cita-cita Yang Arya Samanta Bhadra, aku akan menguraikan jenis jenis dan nama Neraka beserta hukumannya yang berlaku di alam itu secara singkat! Yang Maha Pengasih, di sebelah timur Jambudvipa terdapat sebuah gunung besar yang bernama Maha Cakravada. Di dalam gunung ini gelap sekali dan sulit ditembus cahaya bulan atau matahari. Di dalamnya terdapat sebuah neraka utama yang maha besar, bernama Anantarya dan di sebelahnya juga terdapat sebuah neraka yang besar sekali, bernama Avici. Selain itu terdapat juga neraka-neraka lain seperti Nereka pojok empat, Neraka padang terbang, Neraka panah api, Neraka gunung berapit, Neraka tembusan ombak, Neraka kereta baja, Neraka ranjang baja, Neraka kerbau baja, Neraka jubah baja, Neraka mata keris seribu, Neraka keledai baja, Neraka leburan tembaga, Neraka peluk tiang, Neraka api menjalar, Neraka bajak lidah, Neraka untuk mengikir kepala, Neraka pembakar betis, Neraka pematuk mata, Neraka penelan gumpalan(peluru) besi, Neraka pertengkaran, Neraka kapak baja, Neraka saling geram, dan neraka-neraka lainnya."

Ksitigarbha Bodhisattva melanjutkan: "Yang Maha Pengasih, neraka-neraka yang berada di dalam gunung Maha Cakravada ini jumlahnya tak terhitung, seperti Neraka Menjerit, Neraka pencabut lidah, Neraka air kotor, Neraka gembok tembaga, Neraka gajah api, Neraka anjing api, Neraka kuda api, Neraka kerbau api, Neraka gunung api, Neraka batu api, Neraka ranjang api, Neraka balok api, Neraka elang api, Neraka gergaji gigi, Neraka pengupas kulit, Neraka pengisap darah, Neraka pembakar tangan, Neraka pembakar kaki, Neraka penusuk tubuh, Neraka rumah api, Neraka rumah besi, Neraka serigala api, dan sebagainya. Dalam setiap neraka terdapat lagi neraka-neraka kecil dengan jumlah tak menentu, ada yang satu, ada yang dua, ada yang tiga atau empat, bahkan hingga ratusan ribu buah dan mempunyai nama yang berbeda beda juga."

Ksitigarbha Bodhisattva memberitahu Samanta Bhadra Bodhisattva: "Yang Maha Pengasih, neraka-neraka tersebut tersedia khusus untuk para makhluk yang berbuat karma buruk di dunia Jambudvipa ini. Daya karma ini besar sekali, dapat menandingi tingginya gunung Semeru, ke bawah dapat menyamai dalamnya samudra, dan dapat menghalangi jalan menuju Buddha Dharma. Oleh karena itu semua makhluk hidup jangan suka meremehkan kesalahan kecil dan menganggapnya tidak berdosa. Setelah meninggal dunia, yang berbuat dosa pasti akan menerima hukuman yang setimpal dengan perbuatannya, betapapun kecilnya karma yang pernah diperbuatnya dulu.

"Jika saatnya tiba, datang hukuman, tak ada yang dapat menggantikannya walaupun itu ayah ataupun anaknya sendiri. Masing-masing mempunyai karmanya sendiri-sendiri, tak dapat saling menggantikan untuk menerima hukuman. Kini aku menerima kesaktian Buddha, menguraikan keadaan hukuman dalam neraka. Mohon Yang Maha Pengasih mendengarkan dengan baik."

Samanta Bhadra Bodhisattva menjawab: "Yang Maha Pengasih, keadaan hukuman dalam neraka sesungguhnya demikian adanya," ada neraka yang mencabut lidah terhukum, lalu dibajak oleh kerbau besi hingga lumat; ada neraka yang mencabut jantung terhukum, kemudian dimakan oleh Yaksa; ada neraka yang memasak tubuh terhukum dengan air mendidih; ada neraka yang menyiksa terhukum dengan menyuruh memeluk tiang tembaga panas hingga hangus; ada neraka tempat membakar tubuh terhukum dengan kobaran api yang amat dasyat; ada neraka yang penuh dengan salju dan terhukum kedinginan dan mati beku seketika; ada neraka yang berisi air kotor kerbau busuk tak terperikan membuat terhukum mati sesak nafas; ada neraka tempat menyiksa terhukum dengan menusukkan tombak; ada neraka tempat menumbuk punggung dan dada terhukum; ada neraka tempat membakar tangan dan kaki; ada neraka tempat ular besi panas untuk melilit terhukum, ada neraka tempat anjing besi untuk menggigit terhukum hingga tewas; ada neraka tempat keledai besi panas untuk ditunggangi oleh terhukum hingga mati."

"Yang Maha Pengasih, alat-alat hukuman yang terdapat dalam neraka itu banyak sekali hingga ratusan ribu jenisnya dan terbuat dari tembaga, baja, batu dan api. Semua ini akibat dari karma umat yang bersangkutan. Jika secara luas menceritakan keadaan hukuman dalam neraka, hingga satu kalpapun takkan habis. Karena di tiap neraka terdapat penderitaan ratusan ribu macam, sedangkan neraka neraka itu demikian banyaknya. Kini aku menerima kesaktian Sang Buddha dan mendapat pertanyaan dari Yang Arya, maka aku hanya dapat menguraikannya secara singkat saja."